Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengingatkan semua pihak untuk tidak menyelewengkan dana penanganan covid-19 dan bantuan sosial (bansos). Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, aparat penegak hukum bakal menerapkan opsi penuntutan hukuman mati kepada pelaku korupsi penggunaan dana covid-19. "KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati seperti tertuang pada Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kondisi pandemi covid-19 tentunya masuk atau memenuhi unsur 'dalam keadaan tertentu' sehingga hukuman mati layak menjadi hukuman bagi pelaku koruptor bansos," tegas Firli dalam keterangannya, Minggu (30/8).
Baca juga: Keberhasilan Kepala Daerah Bisa Diukur Besar Kecilnya Bansos
Firli mengatakan KPK telah mengidentifikasi empat potensi korupsi pada dana penanganan covid-19 sekaligus langkah antisipasi pencegahan yang bisa dilakukan pengambil kebijakan. Empat potensi korupsi tersebut yaitu pengadaan barang/jasa dengan modusnya mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan, dan kecurangan. Kemudian potensi korupsi yang berkaitan dengan sumbangan filantropi atau pihak ketiga. “Adapun potensi korupsi ketiga yakni pada proses realokasi anggaran untuk APBN dan APBD dan keempat yaitu penyelenggaraan bantuan sosial oleh pemerintah pusat dan daerah,” paparnya.
Terkait dengan penyelewengan dalam pengadaan, tambah Firli, KPK mengeluarkan Surat Edaran No.8/2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa dlm Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait Pencegahan Korupsi. "Isi dari SE tersebut adalah memberikan rambu-rambu pencegahan untuk memberi kepastian bagi pelaksana PBJ hingga mendorong keterlibatan aktif APIP dan BPKP untuk melakukan pengawalan dan pendampingan proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan berkonsultasi kepada LKPP," ucap Firli.
Baca juga: 894 Penyimpangan Bansos Diadukan ke KPK
Sedangkan yang berkaitan dengan sumbangan filantropi atau pihak ketiga, pihaknya sudah menerbitkan panduan berupa Surat KPK Nomor B/1939/GAH.00/0 1-10/04/2020 tentang Penerimaan Sumbangan/Hibah dari Masyarakat. “Panduan tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas serta seluruh kementerian/lembaga dan pemda,” ungkapnya.
Sedangkan yang berkaitan dengan proses realokasi anggaran untuk APBN dan APBD, pihaknya sudah memgupayakan pencegahan melalui yakni koordinasi, monitoring perencanaan realokasi anggaran, dan rekomendasi kepada kementerian/lembaga/pemda apabila ada ketidakwajaran pengalokasian dana. “Nah yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan sosial oleh pemerintah pusat dan daerah, KPK mendorong kementerian/lembaga/lemda untuk menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai rujukan pendataan penerima Bansos dan mendorong keterbukaan data penerima Bansos serta membuka saluran pengaduan masyarakat. Kembali saya ingatkan, jangan pernah berfikir, coba-coba atau berani korupsi dana bansos. KPK pasti akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati," tukas Firli. (P-4)
PPATK mengungkap ada 571.410 NIK penerima bantuan sosial terindikasi terlibat judol.
Temuan PPATK dari penelusuran data 2024, mengungkap bahwa nilai transaksi judol oleh penerima bansos, mencapai Rp957 miliar.
Pemerintahakan mencabut pemberian bantuan sosial (bansos) bagi para penerima manfaat yang terbukti menggunakannya untuk bermain judi online (judol).
IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menanggapi kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan Bantuan Subsidi Upah (BSU) termasuk untuk praktik judi online (judol),
PPATK mengungkap ada 571.410 nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) ternyata tercatat sebagai pemain judi online
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved