Nasib 60 Juta UMKM Bergantung pada RUU Cipta Kerja

Uta/P-1
17/7/2020 06:46
Nasib 60 Juta UMKM Bergantung pada RUU Cipta Kerja
Ilustrasi -- Puluhan Manekin Demo di depan Gedung DPR RI, Jakarta pada 29 Juni 2020(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

INDONESIA membutuhkan formula regulasi yang mampu memantik dan menyelamatkannya dari resesi ekonomi. Maka dari itu, RUU Cipta Kerja dinilai menjadi modal besar Indonesia dalam menarik investasi dan membuka lapangan kerja setelah pandemi covid-19.

“Tentu salah satu modal besar kita ialah RUU Cipta Kerja,” kata Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sarman Simanjorang.

Sarman mengatakan, klaster UMKM dalam RUU Cipta Kerja ialah salah satu yang sangat strategis karena menyangkut nasib 60 juta pelaku UMKM yang saat ini terpuruk akibat covid-19.

“Kita ingin setelah pandemi covid-19, nasib UMKM dapat semakin jelas dan pasti sehingga aktivitas usahanya dapat berlari kencang untuk mendukung percepatan pemulihan perekonomian kita,” kata Sarman.

Klaster terkait dengan penyederhanaan perizinan dan persyaratan investasi, kemudahan berusaha, juga dinilai Sarman strategis. Dia berharap berbagai kendala investasi bisa terjawab dengan RUU Cipta Kerja sehingga arus investasi yang masuk ke Tanah Air semakin deras dan mampu menciptakan lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kita menaruh harapan besar terhadap RUU Cipta Kerja ini untuk dapat menjawab tantangan perekonomian global yang diperkirakan tumbuh minus di 2020 ini dan perekonomian nasional yang diperkirakan turun drastis.”

Meski RUU Cipta Kerja dianggap solusi tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, banyak pihak yang masih keberatan. Mereka pun melakukan unjuk rasa di DPR. Mereka menuntut agar DPR tidak melakukan pengesahan RUU Cipta Kerja.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa para pengunjuk rasa telah termakan isu tidak benar dan tetap enggan membubarkan diri. Dengan begitu, ia meminta seluruh anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna untuk dapat mempercepat agenda dan mempersingkat durasi rapat.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menambahkan bahwa hal itu sebagai proses politik biasa dan harus di hormati. Menurutnya, dalam setiap pembuatan kebijakan tentu tidak bisa menyenangankan semua pihak. Namun, pembuat kebijakan tetap harus memperhatikan semua suara yang berkembang. (Uta/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya