Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Hai Pemerintah, Korban Covid-19 bukan Hanya Ojol

M Ilham Ramadhan Avisena
15/4/2020 08:14
Hai Pemerintah, Korban Covid-19 bukan Hanya Ojol
Pengemudi ojek daring (ojol) mengisi bahan bakar di Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (14/4).(MI/FRANSISCO CAROLIO HUTAMA GANI)

PROFESI pengemudi ojek daring (ojol) bukan satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang terdampak pandemi covid-19. Akan tetapi, pemerintah seolah memberi perhatian lebih pada mereka.

Padahal, dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ojek bukan termasuk angkutan umum. Seharusnya pemerintah bertindak adil pada seluruh profesi pengemudi angkutan umum.

Hal itu dikatakan pakar transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno melalui keterangan tertulis, Rabu (15/4).

Baca juga: Dishub DKI Libatkan BUMD Bantu Ojek Daring

"Kemarin, BUMN terbesar negeri ini, PT Pertamina, mengeluarkan kebijakan yang begitu istimewa. Kebijakan itu ditujukan kepada para pelaku angkutan berbasis daring, khususnya ojek online (ojol), berupa pemberian cash back sebesar 50% untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi," imbuh Djoko.

Perlakuan khusus itu, lanjutnya, dapat menimbulkan kecemburuuan sosial di lingkup pengusaha jasa angkutan lainnya. Pemerintah harusnya dapat berlaku adil, mengingat angkutan umum di Indonesia tidak hanya ojek daring.

Apalagi perusahaan aplikasi ojek daring yang ada saat ini acap kali mengklaim status unicorn dengan nilai saham mencapai triliunan rupiah. Misalnya, Gojek yang valuasinya mencapai US$9,5 miliar.

"Akan tetapi mengapa para pengemudi ojek daring, yang notabene sebagai mitra, kurang diperhatikan pemilik aplikator tersebut? Bahkan, kemudian pemerintah memberikan sesuatu yang istimewa kepada mereka," tutur Djoko.

Menurutnya, pemerintah harus berlaku adil dan tidak pandang bulu dalam membuat kebijakan. Angkutan umum lain juga perlu diperhatikan pemerintah.

Merujuk pada data Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, setidaknya ada 3.650 perusahaan bus atau angkutan pada 2019.

Jumlah perusahaan bus atau angkutan itu merupakan gabungan dari enam jenis layanan, yaitu bus antarkota antarprovinsi (AKAP), mobil antar jemput antarpropinsi (AJAP), bus pariwisata, angkutan sewa, angkutan alat berat, dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).

"Itu belum termasuk bus-bus angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota," jelas Djoko.

"Perhatian apa yang sudah diberikan pemerintah maupun BUMN terhadap angkutan umum itu? Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya," sambungnya.

Untuk itu, pemerintah maupun BUMN diharapkan dapat menelurkan kebijakan yang berlaku umum dan adil kepada pengemudi ataupun pegusaha jasa angkutan umum yang ada. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik