Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Pengacau PSBB Bisa Dijerat UU Kepolisian

Cahya Mulyana
13/4/2020 06:55
Pengacau PSBB Bisa Dijerat UU Kepolisian
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra(Antara/Wahyu A Putro/Medcom.id)

HUKUMAN bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dinilai tak tepat bila merujuk Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sanksi dalam undang-undang dinilai bukan untuk wilayah dengan status PSBB.

“Tapi undang-undang lainnya seperti Undang-Undang Kepolisian Negara tentang pasal ketertiban umum itu yang diberlakukan,”
kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dalam diskusi Cross Check by Medcom.id bertema PSBB, jurus tanggung istana hadapi
korona? yang disiarkan melalui live streaming, kemarin.

Yusril meyakini ada pengacau saat PSBB diterapkan di suatu wilayah. Dia menegaskan upaya hukum harus ditegakkan. “Misalnya (PSBB) diberlakukan di Jakarta. Kemudian ada saja orang yang nakal. Yang ganggu nakal itu sengaja ingin mengacaukan keadaan. Mereka ini memang mau tidak mau harus ditindak,” ujar Yusril.

Mantan menteri kehakiman dan hak asasi manusia (HAM) itu berharap pemerintah melakukan cara-cara persuasif menghadapi pengacau. Alasannya Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan 30 ribu narapidana tertentu untuk pencegahan penyebaran virus korona (covid-19) di lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan).

Bila diterapkan hukuman pidana bagi pelanggar PSBB, menurutnya, sama halnya kembali memenuhi LP atau rutan. “Kalau masih bisa, dihindari hukuman penjara, bisa masuk pakai alternatif, didenda saja,” ujar Yusril.

Akan mengkaji

Deputi II Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan, menyebut pemerintah bakal mengkaji ulang hukuman bagi pelanggar pembatasan sosial berskala besar. Pelanggar yang terbukti bersalah berpotensi dihukum pidana.

“Justru dengan PSBB ini malah nambahin (kapasitas narapidana). Nah, ini kan perlu pemikiran mendalam terkait itu supaya efektif,” kata Abet.

Abet mengatakan penerapan social distancing, physical distancing, dan PSBB sejatinya bertujuan menekan gerak laju penyebaran virus korona (covid-19). Ia menegaskan tidak ada upaya memenjarakan pelanggar dari aturan yang telah dikeluarkan.

Apalagi, bila pelanggar dijatuhi hukuman pidana, itu akan menabrak aturan Kementerian Hukum dan HAM yang membebaskan 30 ribu narapidana. Itu termuat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

“Jangan sampai upaya-upaya penegakan hukum itu tadi bisa kontraproduktif dengan upaya kita mengurangi kapasitas (narapidana) di penjara,” ujar Abet.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan pelanggar Peraturan Gubernur (Peraturan Gubernur) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dapat dibui. Ketentuan tersebut merujuk ke Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Para pelanggar dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya