Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, optimistis bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) akan segera disahkan menjadi Undang-Undang.
"Saya optimistis dalam periode sekarang RUU PKS ini dapat dibahas kemudian dan disahkan menjadi UU," kata Taufik dalam diskusi 'RUU Penghapusan Kekerasan Seksual: Jalan Keadilan Bagi Korban' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/3).
Baca juga: Cegah Covid-19 di Tempat Kerja
Namun, hal tersebut harus dilakukan bersama-sama mulai dari unsur legislatif maupun peran dari masyarakat untuk melihat pentingnya RUU PKS yang dibalut dalam komunikasi politik dan publik.
"Komunikasi politik di dalam internal DPR untuk meyakinkan fraksi-fraksi lain bahwa RUU ini penting, untuk meyakinkan bahwa kekerasan seksual harus dicegah agar tidak ada lagi korban," ujar Ketua DPP NasDem tersebut.
Selain itu, ada pula komunikasi publik yang juga harus lakukan dengan baik karena untuk bersama membangun norma publik dalam melihat dan mencegah kekerasan seksual terjadi di tengah masyarakat.
Taufik meyakinkan masyarakat bahwa saat ini RUU PKS masih terus diperjuangkan oleh partainya. Saat ini, sedang Naskah Akademik RUU PKS.
"Yang kita lakukan adalah sedang membahas substansi untuk RUU ini sekaligus menyusun naskah akademiknya dan kita rencanakan fraksi NasDem akan mempresentasikan di dalam rapat badan legislatif (baleg) DPR pada masa persidangan ketiga ini," tandas laki-laki yang akrab disapa Tobas tersebut.
Fraksi NasDem sebagai yang mengusulkan RUU PKS tersebut membuka ruang yang seluas-luasnya bagi berbagai pihak, kelompok, dan termasuk juga gerakan perempuan untuk bersama-sama memperkuat substansi dari naskah akademik RUU PKS.
Sebelumnya, pembahasan mengenai RUU PKS sendiri ingin dibahas pada masa DPR periode 2014-2019 namun pada saat itu sudah masuk masa kampanye dan sempat terhenti karena hal tersebut.
"Ya memang betul dalam periode lalu itu adalah tahun politik, pembahasan RUU PKS itu mulai memasuki masa-masa kampanye sehingga ada beberapa yang melihat itu sebagai isu kampanye juga, oleh karena itu dengan tidak ada lagi di tahun politik, pembahasannya di tahun 2020, karena ini merupakan prioritas, mudah-mudahan suasananya lebih agak kondusif, agak lebih adem," ungkap Anggota Komisi III DPR RI itu.
Baca juga: NU dan Muhammadiyah Dukung RUU PKS dengan Catatan
Sehingga diharapkan pembicaraannya lebih pada kepentingan bersama, kepentingan bangsa, bukan kepentingan kelompok semata.
"Karena itulah saya juga meyakini bahwa kedepannya akan lebih mudah, lebih mulus jalannya RUU PKS ini untuk menjadi UU," tutupnya. (OL-6)
Aturan teknis sangat dibutuhkan agar menjadi landasan pembentukan unit pelaksana teknis daerah (UPDT).
Agar kehadiran beleid itu efektif mencegah dan menuntaskan kasus kekerasan seksual di Tanah Air
Sepanjang 2021 terdapat 3.838 kasus kekerasan berbasis gender dilaporkan langsung kepada Komnas Perempuan. Angka itu naik 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
PKS merupakan satu-satunya pihak di DPR yang menolak pembahasan RUU PKS
RUU TPKS akan memuat aturan secara terperinci hingga ke aturan hukum beracara untuk melindungi korban kekerasan seksual.
Kemenag sedang menyusun regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dengan mengikuti dinamika dalam penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved