Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Komnas HAM Tagih Akses Publik atas RUU

Emir Chairullah
04/2/2020 09:10
Komnas HAM Tagih Akses Publik atas RUU
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.(MI/Susanto)

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) kembali meminta pemerintah dan DPR transparan dalam proses ­pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang disusun dengan pendekatan omnibus law.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengingatkan bahwa publik harus diberi ruang untuk berpartisipasi dalam pembahasan RUU tersebut.

“Kita ingin transparansi dan ruang partisipasi untuk publik, bukan sekadar retorika,” ujarnya ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Menurut Beka, ­kekhawatiran terhadap persoalan transparansi dan partisipasi publik merujuk pada menurunnya indeks demokrasi Indonesia. Salah satu penyebab turunnya angka indeks tersebut ialah adanya fenomena ketidakterlibatan publik dalam ­pembahasan draf undang-undang (UU).

“Tahun lalu kita bisa buktikan dari tidak adanya partisipasi publik dalam pembahasan UU KPK dan RUU KUHP. Publik baru terlibat ketika akan diundangkan,” ungkapnya.

Pemerintah seharusnya bisa berkaca pada dua kejadian yang sempat menimbulkan demonstrasi besar-besaran itu. Apalagi omnibus law yang akan dibahas ke depan bakal berdampak luas ke publik.

“Pemerintah pun jangan sensi dan kemudian mengabaikan aspirasi publik,” jelasnya.

Pengamat politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko War­dhani mengatakan hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai forum publik seperti apa yang bakal dilakukan untuk menampung aspirasi publik. Selain itu, belum ada kejelasan UU mana saja yang bakal dicabut dalam skema omnibus law ini.

“Seharusnya masalah ini dibahas secara komprehensif,” ujarnya.

Sri Budi menambahkan, hal lain yang perlu mendapat perhatian publik ialah kapasitas dan kecepatan anggota DPR dalam menyusun RUU. Ia mencontohkan kinerja DPR periode sebelumnya yang gagal mencapai target pembuatan UU sesuai dengan prolegnas.

“Nah mampu enggak mereka beresin dengan cepat sesuai target. Selain tentunya mampu enggak mereka bahas secara terbuka,” ujarnya.

Sri Budi khawatir RUU omnibus law ini hanya merupakan ide pemerintah tanpa ada ruang dialog. Apalagi, saat ini publik luas belum bisa ­mengakses draf RUU yang akan dibahas.

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman menyatakan pemerintah akan memublikasikan draf seluruh rancangan undang-undang omnibus law, termasuk RUU Cipta Lapangan Kerja. Namun, hal itu baru akan dilakukan setelah draf diajukan ke DPR.

 

Menanti pemerintah

Hingga kemarin, DPR belum menerima surat dari presiden mengenai pembahasan regulasi tersebut.

“Belum, belum, belum, dan belum masuk suratnya secara resmi ke DPR, belum masuk berkenaan dengan omnibus law. Itu belum, belum masuk,” ujar Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin.

 

Menurut Aziz, DPR masih menantikan langkah resmi pemerintah terkait pembentukan empat RUU skema omnibus law yang masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2020.

Keempatnya meliputi RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ibu Kota Negara, RUU tentang Kefarmasian, dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Meski begitu, DPR sudah memastikan pembahasan RUU dalam rangkaian omnibus law itu akan dilakukan secara terbuka. (Cah/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya