Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
ANGGOTA Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Arteria Dahlan menegaskan bahwa revisi kedua UU KPK telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2015-2019.
"DPR RI menerangkan dan menegaskan bahwa RUU KPK perubahan kedua telah masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2019. RUU tentang perubahan kedua UU KPK juga telah termuat dalam daftar prolegnas yang dapat dilihat publik dalam website DPR," kata Arteria, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, (3/2).
Bahkan menurutnya, UU KPK telah masuk prolegnas prioritas pada 2015 dan 2016, lalu kemudian, pada 2019, undang-undang tersebut menjadi satu dari beberapa undang-undang yang masuk dalam prolegnas daftar kumulatif terbuka.
"Prolegnas 2015-2019 urutan 63, prioritas 2015 ke-6, prioritas 2016 ke-37, 2019 masuk dalam daftar kumulatif terbuka di urutan ke-5. Jadi nggak bener kalau dikatakan tidak masuk ke prolegnas," ucapnya.
Ia menyebutkan MK sebelumnya mengeluarkan putusan atas pengujian UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 terkait Pansus Hak Angket DPR pada KPK. Menurutnya, DPR berpandangan dengan putusan ini UU KPK memenuhi syarat untuk masuk Prolegnas daftar kumulatif terbuka.
"Terhadap putusan MK perkara nomor 36/PUU-XV/2017 yang berdampak terhadap materi muatan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, khususnya terhadap kedudukan KPK sebagai rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, masuknya UU KPK perubahan kedua ke dalam Prolegnas, telah memenuhi syarat untuk masuk dalam Prolegnas daftar kumulatif terbuka," sebutnya.
Oleh karenanya, DPR menilai revisi UU KPK telah sesuai dengan ketentuan pembentukan perundang-undangan.
"Oleh karena itu, pengajuan RUU a quo di luar Prolegnas yang diajukan oleh Badan Legislasi DPR, yang kemudian disetujui bersama dengan Menkumham, adalah sah secara hukum berdasarkan Pasal 23 ayat 2 huruf B UU pembentukan peraturan perundang-undangan," jelasnya.(OL-4)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved