Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
WAKIL Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Hidayat Nur Wahid, mengingatkan Presiden, Joko Widodo, untuk menepati janjinya tentang Natuna yang dilontarkan pada saat kampanye pemilu presiden 2019 lalu.
Ia mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi sangat jelas dan tegas bahwa Natuna dan Natuna bagian Utara adalah teritorial Indonesia. Hal itu adalah harga mati.
Baca juga: Presiden Minta PUPR Segera Buka Akses Lokasi Bencana Bogor
"Pak Jokowi menyatakan tidak takut terhadap mereka yang mengklaim Natuna Utara. Itu untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Pernyataan terbuka itu, sekarang lah saat membuktikannya, ketika ada kengototan pihak Tiongkok untuk melanggar kedaulatan teritorial Indonesia di Natuna Utara," ujar Hidayat, dalam keterangannya, Minggu (5/1).
Hidayat tak sepakat dengan pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan, yang meminta ketegangan dengan Tiongkok karena insiden di Natuna tak dibesar-besarkan karena berkaitan dengan investasi Tiongkok di Indonesia. Terutama terkait dengan perpindahan Ibukota dan Tiongkok akan menjadi investor terbesar untuk membangun ibukota yang baru.
"Pernyataan tersebut tidak wajar dan tidak sepantasnya, karena keutuhan NKRI tidak boleh dikalahkan dengan alasan investasi," ujar Hidayat.
Dikatakan Hidayat, soal pembangunan ibu kota yang baru, belum ada payung hukumnya. Sementara soal Natuna, adalah soal keutuhan dan kedaulatan NKRI yang sudah jelas dasar hukumnya.
Hidayat mengingatkan bahwa DPR dan Pemerintah pada akhir periode 2019 – 2024 telah sepakat mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Bila merujuk Pasal 4 UU ini, maka tindakan Tiongkok sudah masuk ke dalam kategori ancaman terhadap NKRI.
“Pasal 4 ayat (3) menyebutkan bahwa pelanggaran wilayah perbatasan masuk kepada kategori ancaman terhadap NKRI. Pemerintah mestinya juga harus segera menjalankan UU ini, di antaranya dengan menyusun program bela negara, pembentukan Komponen Pendukung dan Komponen Cadangan,” ujarnya.
Baca juga: Cuaca Buruk, Presiden Batal Mendarat di Lokasi Bencana Bogor
Lebih lanjut, Hidayat mendukung sikap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menegaskan penolakan Republik Indonesia terhadap klaim Tiongkok mengenai perairan Natuna.
“Kini ketika Jubir Menlu China ngotot klaim atas kawasan yang oleh UNCLOS diakui sebagai bagian dari NKRI, maka demi NKRI harga mati, mestinya Presiden RI koreksi sikap Menko Maritim, dan perintahkan kepada Menkopolhukam dan Menhan untuk mendukung dan menguatkan sikap Menlu yang tegas menolak klaim Tiongkok terhadap Natuna Utara,” tuturnya. (OL-6)
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat mengatakan momen lebaran dan mudik harus menjadi salah satu momentum untuk mneingkatkan rasa persatuan dan persaidaraan antar anak bangsa.
DALAM pergaulan politik di kalangan elite, di waktu menjelang dan setelah pemilihan presiden (pilpres), biasanya muncul tema juga isu yang antara lain memunculkan beberapa nama.
MOMENTUM Agustus 2023 perlu diingat sebagai waktu negara ini telah dijalankan selama 21 tahun berdasarkan konstitusi hasil amendemen.
PEMIMPIN yang mampu mengayomi masyarakat sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan yang terjadi sebagai dampak perubahan di berbagai sektor kehidupan.
PDIP dan Partai Demokrat belum juga menyerahkan nama untuk pimpinan DPRD DKI meski waktu tinggal sehari lagi.
Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Provinsi DKI Jakarta melakukan penyemprotan disinfektan di Gedung MPR dan DPR RI, Minggu (14/6)
Tentara Nasional Indonesia (TNI) baru saja menyatakan siaga tempur di wilayah perairan Kepulauan Natuna dan sekitarnya.
Pemprov DKI akan terus memonitor keberadaan ratusan WNI yang sudah diobservasi di Natuna.
Diketahui sebanyak 12 warga DKI ikut dalam rombongan 238 warga negara Indonesia (WNI) yang dievakuasi dari Wuhan, Tiongkok, tempat virus korona COVID-`19 merebak
Tiongkok menyatakan perairan di sekitar Kepulauan Nasha (Kepulauan Spratly), termasuk Laut Natuna Utara, sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka.
Menurut Hikmahanto, masalah Natuna bukan sesuatu yang seharusnya diselesaikan di meja perundingan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved