Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Diskon Hukuman Koruptor Berlanjut

M Iqbal Al Machmudi
04/12/2019 07:10
Diskon Hukuman Koruptor Berlanjut
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019)( ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp)

PEMBERIAN potongan atau ‘diskon’ hukuman bagi terpidana kasus korupsi berlangsung dalam beberapa hari terakhir. Melalui putusan di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman terdakwa kasus korupsi. Mantan ­Menteri Sosial Idrus Marham, misalnya, kemarin, mendapatkan diskon hukuman setelah MA mengabulkan kasasi yang ia ajukan dalam kasus penerimaan suap bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih terkait PLTU Riau-1.

Dalam amar putusan yang dilansir kemarin, Majelis Hakim MA memvonis Idrus dengan pidana penjara 2 tahun. Putusan itu lebih rendah daripada putusan tingkat banding, yakni 5 tahun penjara. Padahal, Idrus Marham sudah dinyatakan bersalah menerima suap Rp2,25 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait dengan proyek PLTU Riau-1.

Putusan kasasi yang mendiskon hukuman Idrus diambil majelis hakim Krisna Harahap, Abdul Latief, dan Suhadi dengan Panitera Pengganti Nursari Baktiana. Sehari sebelumnya, tiga hakim yang sama juga mendiskon hukuman bagi koruptor dalam kasus lain.

Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (persero) Ferederick ST Siahaan mendapat diskon ­hukuman itu. Sebelumnya, dalam kasus ­korupsi terkait dengan investasi participating interest atas blok Basker Manta Gummy Australia di 2009, Ferederick divonis pidana penjara 8  tahun dan denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Di tingkat kasasi, yang putusannya dirilis Senin (2/12), majelis hakim  justru membebaskan Ferederick dari segala tuntutan hukum. Argumen Majelis Hakim MA, meski terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, perbuatan itu bukan tindak pidana.

Pengurangan hukuman juga diterima terpidana korupsi mantan Gubernur Riau Annas Maamun dari Presiden Joko Widodo melalui pemberian grasi dengan pengurangan masa hukuman satu tahun.

Rasa keadilan

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai putusan-putusan  itu jauh dari rasa keadilan masyarakat dan semangat pemberantasan korupsi. Mestinya hakim-hakim agung lebih berpihak kepada keadilan masyarakat demi upaya memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.

Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, menyatakan pengurangan hukuman kepada Idrus, yang sebelumnya dijerat Pasal 12a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena MA berpandangan Idrus lebih sesuai dijerat dengan Pasal 11 undang-undang yang sama.

Dalam sejumlah kasus, MA pernah dikenal kejam terhadap terpidana kasus korupsi. Pada kasus korupsi pengadaan alat berat crane pelabuhan senilai Rp37 miliar, MA  memperberat hukuman mantan Manajer Senior Peralatan Pelindo II Haryadi Budi Kuncoro dari 16 bulan penjara menjadi 9 tahun penjara. Putusan itu dikeluarkan majelis hakim yang diketuai Artidjo Alkostar pada 29 Oktober 2018.

Pada kasus KTP-E, Artidjo juga memperberat hukuman terdakwa Irman dan Sugiharto dari 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Putusan dibuat pada 18 April 2018 sebelum Artidjo memasuk­i masa purnabakti. (Dhk/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya