Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PAKAR Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita mengatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif sudah sepatutnya mundur dari jabatan mereka sekarang karena sudah tidak memiliki legalitas secara sosial dan tidak harus ada di KPK lagi.
Hal tersebut terungkap saat diskusi publik yang diselenggarakan oleh Journalist of Law Jakarta dengan tema: Ada Apa Dengan KPK? Evaluasi Publik Dibawah Kepemimpinan Agus Cs di Gado-Gado Boplo Panglima Polim, Jakarta, Rabu (25/9).
Prof Romli mengatakan sebagai pemimpin KPK sudah seharusnya mulut dijaga karena sudah bersikap dengan menyerahkan mandat namun saat ini masih aktif di KPK.
"Secara tata negara sudah tidak benar soalnya secara legalitas sosial sudah tidak memiliki legitimasi," ujar Prof Romli.
"Pimpinan KPK Agus Cs seolah–olah jika tidak tangkap orang tidak hebat sehingga itu sudah salah kaprah. KPK sekarang dibawah kepemimpinan Agus Cs sudah dzolim," kata Prof Romli.
Pakar hukum pidana tersebut juga enilai saat ini Agus Cs sudah 'arogan'. Menurut Romli, mereka dinilai sudah lupa diri karena memonopoli kekuasaan dari Undang-Undang KPK yang belum direvisi. Oleh sebab itu, dengan telah disahkannya UU KPK oleh DPR RI hasil revisi terlihat mereka merasa kehilangan kekuasaan yang selama ini mereka nikmati.
"Jika tidak mau direvisi UU KPK maka lebih baik dibubarkan saja KPK," ujar Prof Romli.
Dengan terjadinya gonjang-ganjing di KPK Romli menduga pasti ada sesuatu dibalik hal tersebut sehingga menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. "Pasti ada sesuatu yang di balik ini makanya masyarakat terbelah - belah bukan dibelah - belah karena ada yang salah di KPK," ucap mantan tim perumus UU KPK.
"Boleh tidak kita mempermalukan orang karena sudah ditetapkan tersangka padahal belum inkrah? Tdak bolehlah. Kita harus belajar dari Nigeria, Ukraina, dan Korea Selatan. Para komisionernya pasca tidak menjadi anggota KPK seolah–olah 'stateless' karena dimusuhi oleh masyarakat," papar Romli.
Sedikit menyesal dengan UU KPK yang tujuannya waktu itu sebenarnya untuk membuat KPK kuat dengan catatan “orang yang duduk di KPK adalah orang yang amanah, bijak, paham hukum dan seorang negarawan, bukan seperti preman atau seperti bajingan,” kata Romli.
Oleh karena itu, Prof Romli sangat setuju dengan adanya revisi UU KPK karena sudah seharusnya ada pembaharuan agar tidak terjadi penyimpangan seperti dibawah kepemimpinan Agus dan rekan-rekan.
“Kita kan orang Timur misalnya ada orang terduga korupsi jangan berita acara pidananya (BAP) disebar ke media. Jangan belum jadi penjahat dibuat seperti penjahat bagaimana keluarganya,” tegas Prof Romli.
Sementara itu, Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menganggap penyerahan mandat pimpinan KPK pada Presiden Joko Widodo teledor dan emosional.
"Itu tindakan ceroboh dan baper (bawa perasaan), padahal diberi tugas memberantas korupsi tapi dengan mudahnya menyerahkan mandat," kata Emrus dalam kesempatan sama.
Dia menilai cara komunikasi Agus Rahardjo dan kawan-kawan kurang baik. Pernyataan penyerahan mandat kadung tersebar di ruang publik. "Sekali masuk ke ruang publik, (pernyataan itu) tidak bisa ditarik atau minta maaf," kata dia.
Emrus menyebut Agus dan rekan-rekannya tidak berhak menyerahkan mandat KPK pada Jokowi. Komisioner KPK terpilih melalui proses seleksi, bukan dipilih dari hak prerogatif Kepala Negara. "Presiden pun tidak boleh menerima atau menolak mandat karena bukan ranahnya," tuturnya. (OL-09)
Dia mengatakan bahwa penegakan hukum harus terintegrasi melalui KUHAP yang baru, mulai dari penyidik, penuntut, pengadilan, sampai ke tingkat lembaga pemasyarakatan.
Zulfikar menjelaskan revisi UU ASN masuk dalam Prolegnas 2025 yang artinya Komisi II DPR dan Badan Legislasi akan melakukan perubahan kedua terkait undang-undang tersebut.
Ahmad Sahroni menyebutkan bahwa DPR tak bisa menutup-nutupi terkait sidang pembahasan revisi Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Massa sempat berhasil menjebol pagar pembatas kaca pos pengamanan, kemudian disusul dengan pemecahan kaca menggunakan batu dan kayu.
Dave mengatakan banyak hal yang perlu dibahas di revisi UU Penyiaran. Karena banyak perkembangan di sektor penyiaran.
Fraksi PDIP menyetujui Revisi UU tentang Tentara Nasional Indonesia, yang dibahas di Komisi I DPR RI untuk dibahas di tingkat selanjutnya atau naik ke rapat paripurna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved