Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
JURU bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan uji materi sebuah undang-undang ke Mahkamah Konstitusi ialah langkah hukum yang tepat, bermartabat, dan konstitusional. Hal itu disampaikannya menanggapi adanya rencana dari komponen masyarakat untuk mengajukan uji materi UU KPK yang baru ke MK.
"Ya, langkah itu langkah hukum yang tepat, bermartabat, dan konstitusional. Ketika ada komponen masyarakat menggunakan saluran dan mekanisme yang telah disediakan oleh konstitusi, itu hal biasa saja, langkah itu layak diapresiasi," jelasnya di Jakarta, kemarin.
Terhadap permohonan uji materi itu, kata Fajar, MK akan menyikapi dan memperlakukan secara proporsional sesuai dengan ketentuan hukum acara. Ia pun mengingatkan bahwa UU KPK yang baru itu masih belum diundangkan dan belum ada nomornya.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar pengajuan uji materi tersebut lebih baik menunggu UU KPK tersebut diberi nomor dan dicatat dalam lembaran negara.
"Semestinya demikian (menunggu penomoran dulu), agak bersabar sedikitlah, jadi semua jelas dan sesuai ketentuan," pintanya.
MK, ujarnya, siap untuk menerima pengujian UU baru tersebut. Ia pun mempersilakan publik untuk ikut serta dalam memantau dan memonitor proses pengujian di MK.
"Yang pasti, harus dipahami sejak awal, ketika sudah bertekad mengajukan permohonan uji materiil, maka sudah barang tentu pemohon dan publik pada umumnya berkewajiban untuk menerima, menghormati, dan melaksanakan apa pun yang kelak menjadi putusan MK," tandasnya.
Sistem sudah baik
Indonesia Corruption Watch berencana mengajukan uji materi (judicial review) terhadap UU KPK yang baru ke MK.
"Judicial review pasti, kita akan segera melakukan itu ke Mahkamah Konstitusi," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhan.
Ia mengatakan dalil-dalil yang disampaikan ke MK nantinya mengenai sejumlah poin yang dinilai melemahkan KPK dan bertentangan dengan hukum, seperti keberadaan dewan pengawas, izin penyadap-an, serta wewenang menerbitkan surat perintah peng-hentian penyidikan (SP3).
Menurut dia, KPK selama ini telah memiliki sistem pengawasan, baik dari internal maupun eksternal. Pengawasan internal dilakukan deputi pengawas internal. Dia mengatakan deputi tersebut telah menjalankan kinerja pengawasan dengan baik.
"Jangankan pegawai, dua komisioner KPK, Saut Situmorang karena pernyataannya terkait dengan organisasi kemahasiswaan dan Abraham Samad karena bocornya sprindik salah satu tersangka, pernah dijatuhi sanksi etik," ungkapnya.
Sementara itu, pengawasan eksternal telah dijalankan Badan Pemeriksa Keuangan yang mengawasi keuangan dan DPR yang mengawasi kinerja. Selanjutnya mengenai penyadapan, Kurnia menilai tindakan penyadapan selama ini sah secara hukum sebagaimana hasil putusan MK pada 2010.
Sementara itu, massa yang tergabung dalam Masyarakat Penegak Demokrasi (MPD) berunjuk rasa di depan Gedung KPK, mendukung pimpinan KPK terpilih agar segera dilantik."Kita meng-apresiasi keputusan DPR yang telah mengesahkan UU KPK yang baru. Kami sangat mendukung," kata koordinator aksi, Mat Peci.
Dia menyebut aksi itu sebagai bentuk penyaluran aspirasi masyarakat agar pemberantasan korupsi ke depan lebih optimal. (Iam/Uta/P-3)
Partai NasDem menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencuri kedaulatan rakyat karena memutuskan pemilu nasional dan daerah atau lokal.
MK juga dianggap tidak menggunakan metode moral dalam menginterpretasikan hukum serta konstitusi.
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Titi meminta kepada DPR untuk tidak membenturkan antara Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dengan putusan konstitusionalitas pemilu serentak nasional dan daerah.
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved