Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PERNYATAAN komisioner KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif yang menyerahkan kembali tugas dan wewenang kepada Presiden, termasuk keputusan mundur komisioner Saut Situmorang, dinilai sangat kekanak-kanakan. Sebagai pimpinan lembaga antirasywah mereka seharusnya berani menghadapi situasi.
"Komisioner ini terlalu ke kanak-kanakan menyikapi dinamika revisi UU KPK. Dalam situasi dinamika sedemikian cepat, sikap fighter pimpinan komisioner itu dibutuhkan. Jadi kalau dalam tekanan bukan malah mengundurkan diri," ujar pengamat hukum Syamsuddin Radjab disela-sela diskusi KPK: Pimpinan Baru dan Revisi Undang-Undangnya, di Jakarta, Sabtu (14/9).
Sebelumnya, Komisi III DPR RI telah memilih 5 pimpinan KPK masa bakti 2019-2023, yaitu Irjen Firli Bahuri (ketua), Alexander Marwata, Nawawi Pamolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron. Tidak lama berselang, Badan Legislasi DPR menggelar rapat panitia kerja bersama pemerintah untuk membahas revisi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Baca juga: Golkar Tuding KPK Terlalu Emosional Sikapi Revisi UU KPK
Menurut Syamsuddin, pertarungan sejatinya berlangsung dalam gelanggang yang disediakan oleh UU. Sangat tidak elok pula jika pertarungan belum usai namun memilih keluar dari arena. Tahapan pertarungan masih panjang karena belum ada keputusan mengenai skala revisi, substansi, dan norma hukum.
Di sisi lain, independensi KPK juga menjadi pertanyaan penting, khususnya terkait format dan respons publik terhadap pimpinan KPK baru. Jika seseorang dipilih sebagai komisioner dengan latar belakang yang diragukan, namun dalam perjalanannya justru membuktikan kinerja bagus dan prestasi luar biasa, sebaiknya perlu diapresiasi.
"Saya kira 5 komisioner baru adalah hasil seleksi panjang dan kemudian sudah dipilih. Kita pun perlu memberikan kepercayaan penuh kepada mereka untuk melaksanakan tugas dan kewenangan KPK. Dengan niat berbaik sangka untuk sementara waktu, sambil ini juga kita evaluasi kepada publik," tukas Syamsuddin.
Senada dikemukakan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Zulfan Lindan. Menurut dia, panitia kerja (Panja) RUU KPK baru dibentuk pada Jumat (13/9), dan pekan depan akan dimulai pembahasan. Artinya, proses masih panjang dan tidak menutup kemungkinan meminta masukan dari sejumlah pihak.
"Jadi, masukan-masukan di masyarakat pasti didengar. Kita mengharapkan juga komisioner KPK yang ada sekarang itu memberikan masukan dan alasan. Itu supaya UU ini lebih kualitatif secara hukum, dia bisa lebih ketat melakukan pekerjaan-pekerjaan dari KPK," katanya.
Di tempat yang sama, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Erwin Moeslimin Singajuru, memastikan bahwa niat yang dirumuskan oleh DPR bersama pemerintah melalui revisi UU KPK ialah untuk memperkuat KPK dan bukan melemahkan.
Ia berharap pimpinan KPK yang diberi kewenangan untuk melakukan praktik-praktik pemberantasan korupsi dapat diundang dalam pembahasan RUU tersebut. "Melihat yang terjadi sekarang ini, sebaiknya kita juga perlu mewaspadai agar tidak ditunggangi oleh anasir-anasir yang justru akan merusak penegakan hukum," pungkasnya. (OL-4)
Komnas HAM meminta aparat keamanan untuk tidak menggunakan tindakan kekerasan dalam menjaga keamanan, serta mengedepankan pendekatan yang lebih humanis dan terukur
KAUKUS Muda Betawi merampungkan draf usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Polisi menangkap 301 orang terkait aksi unjuk rasa revisi Undang-Undang Pilkada yang berakhir ricuh kemarin. Saat ini 112 orang di antaranya sudah dipulangkan.
Swedia memiliki UU mengenai kebebasan berekspresi dan protes, tetapi UU tersebut seharusnya tidak melewati batas hingga mengarah pada ujaran kebencian.
Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, menilai pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang dilakukan DPR RI belum perlu dibahas.
Dalam pasal itu, ketentuan pidananya ialah hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved