Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENGAMAT politik Ray Rangkuti menilai bergulirnya gagasan menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan kepentingan PDI Perjuangan semata dalam hal kekuasaan. Menurutnya, sejak pemilu 1999 hingga sekarang PDIP meraih posisi tinggi di parlemen sehingga ingin meraih kembali kekuasaan di pemilu 2024.
"Saya kira pikiran menghidupkan kembali GBHN itu tak lepas dari tujuan pramagtis PDIP dalam konteks melanggengkan kekuasaan. Ini murni kepentingan mereka," kata Ray di saat mengisi diskusi 'Amandemen Terbatas Versi PDIP' di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta, Jumat (16/8).
Selain itu, Ray menilai gagasan yang digulirkan PDIP tersebut memiliki dasar kepentingan politik yakni mampu mengontrol siapapun presiden terpilih nanti untuk mengikuti 'aturan' PDIP sendiri. Hal itu dengan membuat MPR menjadi lembaga tertinggi dengan memiliki kewenangan memilih presiden.
"Kenapa bisa begitu? Karena mereka memiliki suara terbanyak di DPR dan MPR. Jadi, siapapun presidenya, entah dari koalisi yang dia bentuk atau dari koalisi lain, akan mudah dikontrol," kata Ray.
"Dengan kursi legislatif yang dikuasai mereka, lalu acuanya GBHN, mereka (PDIP) dapat bisa mengontrol presiden. Saya lihat enggak ada manfaatnya," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat politiknya dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Kaka Suminta menyebut gagasan GBHN merupakan ilusi regresif atau ilusi kemunduran. Sebelumnya, wacana menerapkan GBHN kembali bergulir usai Kongres V PDIP di Bali.
"Itu menjadi kerancuan sistem ketata negaraan kita, karena ragu untuk maju kedepan. Apabila wacana ini diteruskan, bisa berbahaya. Harus setop isu ini," tandas Kaka. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved