Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus proyek KTP-E. Penetapan empat orang tersangka itu merupakan pengembangan dari proses penyidikan dan fakta persidangan yang muncul terkait kasus ini.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan kemudian meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam konferensi pers, di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/8).
Empat orang tersebut ialah anggota DPR RI, Miriam S Haryani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, PNS BPPT, Husni Fahmi dan Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Miryam diduga meminta US$100 ribu kepada Irman setelah RDP antara Komisi II dengan Kemendagri. Uang itu akan digunakan untuk biaya kunjungan kerja Komisi II ke sejumlah daerah. Permintaan itu dipenuhi oleh Imran dan diberikan ke Miryam di SPBU melalui perwakilan Miryam.
Miryam juga diduga meminta uang dengan menggunakan kode 'uang jajan' kepada Irman dan mengatasnamakan rekannya di Komisi II yang akan reses. Ia juga diduga menerima beberapa kali uang dari Imran dan Sugiharto.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya US$1,2 juta terkait proyek E-KTP," jelas Saut.
Sementarta Isnu bersama dengan Andi Agustinus diduga menemui Irman dan Sugiharto setelah didapatkan kepastian sejumlah konsorsium untuk mengikuti lelang KTP-E. Irman kemudian menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.
Isnu, Tannos, dan perwakilan vendor lainnya membentuk konsorsium PNRI. Disepakati pemimpin konsorsium berasal dari BUMN guna memudahkan pengaturan konsorsium mana yang memenangkan lelang proyek KTP-E.
"Pada pertemuan selanjutnya, Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di Konsorsium PNRI. Andi Agustinus, PLS dan ISE menyampaikan apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada komitmen fee untuk pihak di DPR-RI, Kemendagri dan pihak lain," ungkap Saut.
Isnu diduga sempat menemui Husni selaku HSF Ketua Tim Teknis BPPT untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik EKTP pada tahun 2009.
Selanjutnya Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 triliun dan akhirnya PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pada 30 Juni 2011.
"Di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek EKTP ini," tukas Saut.
Selanjutnya Husni Fahmi, diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor sebelum tahun 2011. Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
Husni juga diduga ikut dalan pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus membahas proyek KTP-E yang anggaran dan tempatnya disediakan oleh Andi Agustinus.
"Dalam pertemuan tersebut, HSF diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up. Setelah itu, HSF sering melapor kepada Sugiharto," jelas Saut.
Dalam kasus ini, lanjut Saut, Husni diberikan tugas berhubungan dengan vendor terkait hal teknis proyek KTP-E dan pernah diminta oleh Irman mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.
"HSF ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya dipastikan lulus," sambungnya.
Husni juga diduga tetap meluluskan tiga konsorsium meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka HFS diduga diperkara US$20 ribu dan Rp10 juta," terang Saut.
Terakhir, Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor termasuk dan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal Husni merupakan Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan itu berlangsung selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output diantaranya, Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Selain itu Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI. Selaij itu disepakati fee sebesar 5% sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT. Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek EKTP ini," ungkap Saut.
Baca juga: KPK Tambah Empat Orang Tersangka Korupsi KTP-E
Dalam kasus mega korupsi proyek KTP-E dan kesaksian palsu ini, KPK telah memproses 14 orang. KPK meminta agar semua pihak bersikap kooperatif dalam proses hukum yang sedang berjalan.
"Jika ada upaya menghambat proses hukum, maka terdapat resiko pidana sebagaimana diatur di Pasal 21 UU Tipikor. Kami ingatkan juga agar saksi-saksi yang dipanggil bicara secara jujur karena jika terdapat keterangan bohong, terdapat ancaman pidana sebagaimana diatur di Pasal 22 UU Tipikor," pungkas Saut.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menambahkan, KPK telah melakukan penyidikan kepada empat orang tersangka ini sejak awal Agustus kemarin.
"Setidaknya sudah ada lima orang yang diperiksa untuk empat orang tersangka tersebut," imbuhnya.
Empat orang tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (A-4)
Pakar mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait kasus korupsi proyek pembangunan jalan pada Dinas PUPR Sumut.
KPK menduga dana yang disiapkan untuk menyuap mencapai Rp46 miliar
Pada Selasa, 1 Juli 2025, penyidik KPK menggeledah sejumlah lokasi untuk mencari bukti tambahan kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan yang dikelola Dinas PUPR Sumut
KPK membantah tudingan telah melanggar hak asasi manusia (HAM) dalam penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.
Nurhadi Abdurachman, kembali ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (29/6) dini hari atau selang sehari dari jadwal pembebasannya sesuai putusan pengadilan.
BANK-bank yang mayoritas kepemilikan sahamnya oleh asing akan diwajibkan membangun pusat data di Indonesia
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved