Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MENURUNNYA tingkat pelaporan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara menunjukkan pejabat negara kini tidak lagi mencontohkan pendidikan antikorupsi kepada masyarakat,
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengungkapkan, ada 2 hal yang menyebabkan penurunan laporan penerimaan gratifikasi tersebut.
"Tentu ada dua kemungkinan, pertama, karena gratifikasinya sendiri menurun. Kedua, karena memang kesadaran pejabat negara yang rendah," tutur Oce kepada Media Indonesia, Senin (13/5).
Oce mengungkapkan, pejabat negara sempat berlomba untuk melaporkan soal gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, menurutnya hal itu tidak lagi menjadi tren dikalangan pejabat negara saat ini.
"Belakangan ini saya kira, kita jarang melihat gratifikasi yang dilaporkan oleh pejabat yang kemudian itu dipublikasikan sebagai bagian dari pendidikan antikorupsi bagi publik, itu saya kira belakangan ini agak jarang," kata Oce.
Baca juga : KPK: Jumlah Laporan Penerimaan Gratifikasi Lebaran Menurun
Sanksi yang kurang tegas menurut Oce bukan menjadi persoalan, karena hal itu sudah termaktub dalam undang-undang tindak pidana korupsi.
"Ini lebih kepada kesadaran melaporkan setiap gratifikasi setiap menerima, itu yang rendah. Pejabat negara ini kan memang punya banyak kewajiban ya, ya memang repot, salah satunya adalah ketika mereka menerima gratifikasi, maka kewajiban mereka adalah melaporkan ke KPK, biar KPK yang memverifikasi," tukasnya.
Dalam ingatannya, hal itu terakhir kali dilakukan oleh Presiden Joko Widodo semasa menduduki kursi nomor satu di DKI.
"Dulu pak Jokowi ketika (menjadi) Gubernur, melaporkan pemberian gitar dari Metalica, KPK yang memverifikasi. Belakangan kita tidak melihat ada contoh-contoh seperti itu dilakukan oleh pejabat negara," ungkapnya.
"Saya melihat memang ada pemahaman dan kesadaran yang rendah sebagai pejabat negara terkait dengan pelaporan gratifikasi," tandas Oce. (OL-8)
“Penyidik menggali terkait dengan pengadaan barang dan jasa, pada saat tempus (waktu) penerimaan gratifikasi tersebut terjadi,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo.
Penyidik masih menghitung total gratifikasi yang diterima oleh tersangka. Sementara, pihak berperkara itu mengantongi belasan miliar rupiah.
Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun mendesak negara untuk merampas sebanyak-banyaknya aset milik mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
KPK mengungkapkan Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Mudyat Noor, diperiksa penyidik soal tambang batu bara.
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp2 miliar dari hakim Djuyamto yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi minyak goreng
Budi menyebut kehadiran KPK kali ini bukan bagian dari penindakan. Sebab, kata dia, yang datang merupakan tim pencegahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved