Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Presiden Diminta Bentuk Pansel Pimpinan KPK

Rahmatul Fajri
13/5/2019 09:05
Presiden Diminta Bentuk Pansel Pimpinan KPK
EVALUASI KINERJA KPK: Alvin Nikola dari Transparency International Indonesia (kiri), anggota Divisi Hukum ICW Kurnia Ramadhana (kanan), dan(MI/BARY FATHAHILAH)

PARA aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap Presiden Jokowi segera membentuk Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang masa tugasnya berakhir Desember 2019. ICW khawatir Presiden Jokowi fokusnya terpecah terkait dengan isu pemilu dan wacana pemindahan ibu kota.

"Minggu ketiga Mei, Presiden Jokowi seharusnya sudah membentuk tim Pansel. Akan tetapi, potret hari ini menjadi pesimistis karena sepertinya masih berfokus pada konteks elektoral dan beberapa isu lain, seperti pemindahan ibu kota," kata Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.

Selain mendorong pembentukan pansel, pihaknya juga berharap Jokowi mampu memilih nama-nama yang profesional dan berintegritas. Sehingga, kata ia, pimpinan KPK yang dihasilkan nantinya mampu bekerja dengan baik dan mampu menuntaskan kasus-kasus korupsi yang mangkrak saat ini.

"Kita dorong agar orang-orang yang dipilih Presiden Jokowi menjadi Pansel ialah orang-orang yang mempunyai profesionalitas yang tinggi, kemampuan berpikir cukup tinggi, dan poin pentingnya ialah integritas," katanya.

Kurnia menyebutkan, ICW mengapresiasi kinerja KPK sepanjang 2015 sampai dengan 2018 dalam memberantas praktik-praktik rasuah. Hal ini dilihat dari penetapan tersangka dan jumlah kasus yang ditangani lembaga antirasuah setiap tahun.

Total yang ditetapkan sebagai tersangka pada 2018, yakni 261 orang dengan jumlah kasus sebanyak 57, sedangkan pada 2017, KPK hanya menetapkan 128 tersangka dengan 44 kasus. "Kemudian pada 2016 lembaga antikorupsi itu menetapkan 103 tersangka dengan 35 kasus," ujarnya.

Belum Maksimal

Pada kesempatan tersebut, Kurnia menyebutkan, pihak menilai kinerja KPK di tangan Agus Rahardjo masih belum maksimal terkait penggunaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menangani sebuah perkara. Padahal, pasal TPPU penting digunakan untuk mengembalikan kerugian uang negara dan memberi efek jera terhadap koruptor.

"KPK pada era kepemimpinan Agus Rahardjo cs masih terhitung minim menggunakan aturan TPPU pada setiap penanganan perkara," katanya.

Ia mengungkapkan, pihaknya mencatat selama kurun waktu 2016 hingga 2018, KPK hanya menerapkan pasal TPPU terhadap 15 perkara. Padahal, dalam tiga tahun terakhir ada ratusan perkara yang berpeluang dijerat dengan pasal TPPU. "Ini menunjukkan bahwa KPK belum mempunyai visi untuk asset recovery, dan hanya berfokus pada penghukuman badan," tambah dia.

Kurnia menyebut keterkaitan TPPU dengan praktik korupsi sangat erat, baik segi yuridis maupun realitas. Untuk Yuridis, kata dia, korupsi secara spesifik disebutkan sebagai salah satu predicate crime dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 8/2010. Artinya, TPPU salah satunya dapat diawali dengan perbuatan korupsi.

Selain itu, realitas sekarang menunjukkan pelaku korupsi akan berusaha menyembunyikan harta yang didapat dari praktik korupsi dengan menyamarkan kepemilikan harta.

"Dengan disembunyikannya harta tersebut, seharusnya aturan TPPU dapat dikenakan pada setiap pelaku korupsi," ucap dia. (Medcom/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya