Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Pilkada Antara Uang dan Kekuasaan

Moh Irfan Mufti Associate professor kebijakan publik FISIP Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah
16/11/2020 04:40
Pilkada Antara Uang dan Kekuasaan
Moh Irfan Mufti Associate professor kebijakan publik FISIP Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah(Dok.Pribadi)

SUMBER-SUMBER kekuasaan yang langka (terbatas) secara teoretis terus akan menjadi rebutan walaupun biayanya sangat mahal. Untuk dapat berkuasa, tak jarang seorang calon kepala daerah harus mengeluarkan uang dengan angka cukup fantastis, dari ratusan juta rupiah hingga puluhan miliar rupiah. Tidaklah mengherankan uang dan kekuasaan masih melekat begitu erat dalam konteks perebutan kekuasaan dan jabatan kepala daerah di Indonesia.

Mungkin gejala semacam ini sulit dihindari, apalagi dihapuskan. Bila membandingkan pola perebutan kekuasaan kepala daerah, sebelum pemilihan langsung dan setelah pemilihan langsung. Pada saat sebelum pemilihan langsung, biaya untuk berkuasa hanya dinikmati anggota dewan dan partai politik. Setelah pemilihan kepala daerah secara langsung, biaya calon yang hendak berkuasa semakin bertambah. Itu dimulai dari mahar partai politik dan biaya operasional mesin partai politik dan/atau gabungan partai. Lalu, biaya tim sukses dan para pendukung, biaya untuk dukungan massa, sampai lingkaran elite tertentu yang harus mereka biayai.

Tidaklah mengherankan banyak pihak menyimpulkan proses politik untuk menentukan penguasa tak lepas dari cara-cara 'dagang dan uang'. Selain perbedaan ongkos yang harus mereka keluarkan, dengan arena pemilihan yang lebih luas (level provinsi) tentu mesin pemburu kekuasaan dan ongkos politik yang digunakan akan semakin besar serta sifat dan jenis konflik pun eskalasinya akan lebih luas.

Dalam konteks konflik, perebutan kekuasaan di tingkat lokal (daerah) sebelum pemilihan langsung, konflik sebatas elite partai (internal dan eksternal partai), sedangkan pascapemilihan langsung konflik tidak hanya elite partai, tetapi juga melibatkan massa antarpendukung.

Karena itu, uang dan kekuasaan dalam perspektif politik lokal akan selalu menarik untuk dikaji. Di dalamnya, terangkai berbagai peristiwa aktual yang tak pernah surut dari sorotan publik. Itu sekaligus gambaran bagaimana kita sedang berdemokrasi.

Institusionalisasi proses demokrasi yang lemah mengakibatkan aturan main berdemokrasi, acap kali, dimainkan 'dalang' yang menentukan hasil akhir dari proses politik di tingkat lokal.

Sejatinya, uang dan kekuasaan berjalan seiring, untuk menempuh jalan 'seakan-akan' berdemokrasi. Banyak pandangan menyebut bahwa realitas politik lokal pada dasarnya cermin politik nasional karena kentalnya intervensi elite nasional saat suksesi kepemimpinan di tingkat lokal.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya