Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Keterlibatan Sekolah dan Komunitas dalam Program Makan Bergizi Gratis

Tuti Budirahayu Guru Besar Sosiologi Pendidikan di Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga
16/12/2024 05:05
Keterlibatan Sekolah dan Komunitas dalam Program Makan Bergizi Gratis
(Dok. Pribadi)

MAKAN bergizi gratis merupakan salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran. Rencananya, program itu akan dilaksanakan mulai tahun depan dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun dalam APBN 2025. Saat ini perincian teknis pelaksanaan program makan bergizi gratis memang belum dipublikasikan. Targetnya mencakup siswa dari PAUD hingga SMA serta kelompok rentan lainnya dengan tujuan utama menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan.                

MI/Seno

 

Program serupa sebenarnya sudah diluncurkan di banyak negara. Pada September 2021, school meals coalition (koalisi makanan sekolah) telah diluncurkan oleh UN Food Systems Summit di New York dengan dukungan utama dari Finlandia dan Prancis. Koalisi itu bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi anak sekolah di seluruh dunia, membantu mencapai tujuan pendidikan dan kesehatan dalam SDGs.

Lebih dari 40 negara serta lebih dari 80 organisasi mitra bergabung dalam inisiatif itu dan berkomitmen untuk meningkatkan akses makanan ke sekolah, terutama di wilayah yang paling membutuhkannya.

Program makan bergizi gratis untuk siswa bisa menjadi terobosan penting bagi pendidikan dan kesehatan anak.

Akan tetapi, agar lebih efektif, pelibatan langsung sekolah melalui partisipasi wali murid dan komite sekolah sangat diperlukan. Wacana makan bergiz gratis yang digambarkan melalui berbagai uji coba di beberapa sekolah terkesan bahwa paket makanan yang dibawa ke sekolah berasal dari pihak-pihak eksternal, bukan disediakan oleh sekolah, dan dengan kemasan yang tidak ramah lingkungan (plastik sekali pakai dan bahan-bahan kemasan lainnya).

Jika model pemberian paket makan bergizi sama dengan berbagai model uji coba yang telah dilakukan, itu sangat merugikan sekolah. Pertama, komunitas sekolah yang terdiri atas siswa, orangtua, komite sekolah, dan masyarakat setempat tidak dilibatkan secara langsung dalam membangun habitus hidup sehat serta peningkatan pengetahun tentang gizi.

Kedua, makan siang gratis selayaknya dapat menjadi media pembelajaran yang efektif bagi siswa untuk membiasakan makan makanan yang sehat dan berdisplin dalam mengatur pola dan jam makan mereka. 

Pelibatan siswa, orangtua, dan komunitas sekolah menjadi penting dalam program tersebur. Itu disebabkan selain sasaran utama meningkatkan status gizi siswa dapat dicapai, dampak lain yang memiliki nilai positif juga akan diraih. Pelibatan wali murid dapat memberikan perspektif tentang preferensi dan kebutuhan gizi anak serta memastikan bahwa menu yang disediakan tidak hanya sehat, tetapi juga dapat diterima anak.

Sementara itu, komite sekolah, sebagai perwakilan dari masyarakat, dapat berperan dalam memantau kualitas dan pelaksanaan program.

Sebagai bagian dari sistem sosial, sekolah tidak berada di ruang hampa dalam ekosistem pendidikan. Sekolah ada dan menjadi bagian penting bagi komunitas dan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, kolaborasi itu juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan keterlibatan orangtua atau wali murid dalam proses pendidikan mengingat keterlibatan aktif mereka memiliki dampak positif bagi perkembangan belajar anak.

Sejauh ini wacana program makan siang gratis dengan menggandeng wali murid dan komite sekolah belum pernah dikemukakan. Dengan melibatkan orangtua dan komunitas masyarakat, misalnya melalui peningkatan peran dan partisipasi ibu-ibu kader kesehatan, bisa menjadi pilihan untuk mengoptimalkan program itu, terutama untuk memastikan kualitas, pengawasan, dan efisiensi distribusi makanan.

Pelibatan orangtua dan komunitas di berbagai sekolah--terutama untuk sekolah-sekolah inklusi dan sekolah luar biasa (SLB)--yang di dalamnya ada anak berkebutuhan khusus (ABK) lebih menguntungkan. Itu disebabkan orangtualah yang lebih tahu kondisi anak mereka tentang asupan gizi dan jenis makanan yang dibutuhkan yang mungkin sedikit berbeda dengan anak pada umumnya.

Dalam program serupa di beberapa negara lain, keterlibatan orangtua dan komite sekolah terbukti efektif dalam membantu pemantauan kualitas makanan serta dalam mengurangi potensi penyalahgunaan dana. Studi yang dilakukan oleh Reich dkk (2015) tentang partisipasi dan kemitraan masyarakat di sebuah sekolah menengah wilayah perkotaan di California menunjukkan hasil yang positif. Studi tersebut menunjukkan adanya upaya peningkatan kualitas makanan di kantin sekolah yang mana menu yang disajikan lebih bervariasi dan harga makanan menjadi lebih murah.

Studi lainnya dilakukan oleh Kelty dan Wakabayashi (2024) di Amerika Serikat tentang keterlibatan orangtua, termasuk dalam program makan siang gratis, juga berdampak baik bagi anak. Komunikasi yang intens antara sekolah dan orangtua dapat mendukung prestasi dan program pembelajaran anak di sekolah.

Keterlibatan komite dan wali murid dapat mempermudah koordinasi antara sekolah dan masyarakat, terutama dalam mengatasi kendala logistik pengadaan bahan baku makanan di daerah terpencil atau dengan akses yang terbatas. Dengan adanya transparansi dan keterlibatan komite, risiko penyelewengan dana atau distribusi makanan yang tidak merata bisa ditekan.

Dalam jangka panjang, pelibatan itu bisa membangun rasa memiliki dan tanggung jawab bersama. Pemerintah dapat memfasilitasi pelatihan atau panduan bagi komite dan wali murid terkait dengan nutrisi dan pengawasan program sehingga semua pihak memahami pentingnya program itu dan dapat berkontribusi secara efektif. Kolaborasi itu akan memperkuat fondasi keberlanjutan program, dan memberi manfaat bukan hanya bagi anak-anak, melainkan juga bagi sekolah dan masyarakat.

Meskipun begitu, melibatkan wali murid dan komite tidak lepas dari tantangan. Mengelola masukan dan ekspektasi berbagai pihak dapat menjadi kompleks, terutama di sekolah inklusi dengan kebutuhan yang sangat beragam. Karena itu, komunikasi yang intens dari berbagai pihak dan ketersediaan support system--seperti kebijakan dan regulasi pengadaan bahan baku serta berbagai kebijakan lainnya--perlu dipersiapkan secara proporsional.

Pelaksanaan teknis program seperti itu juga memerlukan panduan yang jelas agar setiap pihak yang terlibat dapat menjalankan peran mereka sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dengan demikian, kontribusi partisipasi orangtua dan komunitas di lingkungan sekolah dapat semakin menguatkan pengetahuan dan habitus pola hidup sehat bagi anak-anak dan makanan bergizi dengan memanfaatkan kekayaan pangan lokal cukup tersedia bagi mereka sesuai dengan kearifan dan kondisi sumber daya alam di tiap-tiap wilayah.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya