Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
BEBERAPA hari ini, banyak warga lansia kena prank. Ada berita yang tersebar luas di media sosial bahwa mereka yang berusia 60 tahun ke atas atau lanjut usia (lansia) akan mendapatkan tunjangan lansia (bantuan sosial) tunai Rp1.050.000 per bulan. Disebutkan, bantuan untuk kaum lansia merupakan pengalihan dana makan siang gratis. Bantuan tunai itu akan ditransfer langsung ke rekening mereka. Syaratnya, mereka harus memiliki kartu kepesertaan BPJS.
Berita itu sempat menjadi angin surga bagi lansia. Apalagi syaratnya tak terlalu sulit. Mendaftarkan diri ke bank tempat mereka membuka rekening, dengan menyerahkan fotokopi KTP, kartu keluarga, buku tabungan, dan ATM. Beberapa bank yang disebut dalam berita itu sempat didatangi beberapa lansia yang berbunga-bunga mengharapkan dapat transferan satu juta rupiah lebih tiap bulan.
Selain itu, juga beredar berita serupa dikirim oleh onlineid.art.blog. Terkesan bantuan itu dari Kementerian Sosial. Yang akan mendapat bantuan antara lain ibu hamil, anak sekolah, lansia, dll. Jumlahnya berbeda-beda. Bantuan tunai bagi lansia disebutkan Rp600 ribu. Syaratnya, mengisi formulir pendaftaran online dengan menuliskan nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan nomor telepon. Katanya, untuk memastikan apakah nama mereka masuk daftar penerima bansos atau belum.
Banyak lansia menanggapi penuh semangat kendati kedua berita itu jelas-jelas tidak datang dari pemerintah. Bahkan, bisa dikategorikan sebagai prank atau sekadar gurauan. Apalagi yang pertama. Pembuatnya berterus terang sebagai prank. Pada akhir berita disebutkan, itu sebagai ‘soal pelajaran bahasa Indonesia’. Tersedia jawaban multiple choice seperti ‘berita mimpi’, ‘khayal’, dll. Ini mengundang senyum terhadap lansia yang tergoda menanggapi.
Tanpa menyelisik lebih teliti, banyak lansia superantusias menanggapi informasi tentang adanya bantuan sosial itu. Kenapa? Kebanyakan dari mereka memang sudah tidak memiliki penghasilan. Para lansia itu mengharapkan ada pihak yang mengulurkan bantuan. Soalnya, selama ini, mereka tak pernah mendapatkan tawaran atau janji-janji politik dari pemerintah akan adanya bantuan khusus. Bahkan dalam kampanye Pemilu 2024 pun, baik calon presiden maupun calon legislator, nyaris tak pernah terdengar mengumbar janji ‘angin surga’ bagi kaum lansia.
Padahal suara lansia pada waktu pemilu itu tidak sedikit. Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang dirilis KPU, jumlah pemilih lansia sebesar 31,68 juta atau 15,47% dari total pemilih 204,8 juta. Jumlah itu hampir separuh pemilih kelompok milenial (yang lahir 1981-1996) sebesar 68,8 juta (33,6%), atau tak beda jauh dengan pemilih Jawa Timur.
Dari jumlah pemilih lansia itu, KPU memilah menjadi dua kelompok. Yang pertama generasi pra-baby boomer, yang lahir sebelum 1945. Jumlahnya 3,57 juta (1,74%). Yang kedua, generasi baby boomer. Mereka terlahir 1945-1964, jumlahnya 28,13 juta atau 13,73% dari DPT.
Lansia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), adalah seseorang yang sudah memasuki usia 60 tahun ke atas. Secara nasional, menurut proyeksi BPS, jumlah penduduk 2023 ialah 278,8 juta. Lansia diperkirakan 11,75% atau 32,75 juta. BPS mengelompokkan lansia menjadi tiga kategori usia. Lansia muda 60-69 tahun (63,59% dari total lansia), lansia madya 70-79 tahun (27,76%), dan lansia tua lebih dari 80 tahun (8,65%).
Menurut data Susenas Maret 2023, rasio ketergantungan lansia sebesar 17,08. Artinya, 100 orang usia produktif (usia 15-59 tahun) harus menanggung 17 orang lansia. Sekitar tiga dari 10 atau 33,16% rumah tangga menampung lansia sebagai anggota rumah tangga.
Dalam kaitan perkembangan teknologi informasi, Susenas 2023 mencatat hampir separuh (49,56%) lansia menggunakan telepon seluler, 22,87% mengakses internet. Berdasarkan kelompok usia, 25,35% lansia tua dan 40,32% lansia madya memiliki akses telepon seluler. Sementara lansia muda (60-69 tahun) menikmati akses telepon seluler dan internet, terutama mereka yang mampu dan tinggal di kota.
Masalah yang dihadapi lansia kian pelik. Mereka mengharapkan uluran tangan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah. Kemampuan fisik lansia semakin merosot. Aneka macam penyakit menggerogoti mereka. Dalam kaitan ini, pemerintah mesti merancang bagaimana menyediakan fasilitas kesehatan bagi para lansia. Soalnya, selama ini tak pernah terdengar ada program khusus dari pemerintah yang berkaitan dengan jaminan kesehatan untuk lansia. Misalnya pengobatan dan perawatan kesehatan gratis, atau menyediakan makanan sehat bagi lansia.
Di Indonesia, banyak lansia yang sudah tak memiliki penghasilan lagi. Terutama lansia yang bekerja di sektor informal, yang tak memiliki jaminan pensiun, seperti pegawai swasta, buruh, pedagang, petani, pekerja kreatif, dll. Kalau ada tabungan, pasti akan tergerus oleh biaya hidup selama ini. Mestinya, pemerintah membuat program bantuan sosial untuk menjamin kelangsungan hidup para lansia. Misalnya memberikan santunan atau bantuan sosial.
Wisma lansia
Sebagian lansia masih mampu hidup sendiri, tinggal di rumah sendiri. Tapi, tak sedikit lansia yang harus ikut anak atau keluarganya. Dalam perkembangan sosial dan teknologi yang demikian pesat, kebanyakan lansia menjadi terasing tinggal di rumah anak atau saudara. Keluarga yang ditumpangi sibuk bekerja, mereka asyik dengan telepon selulernya.
Di beberapa negara maju sudah terbukti, banyak lansia tak betah tinggal bersama anak atau keluarga. Mereka terasing dari anggota keluarga. Pemerintah diharapkan memikirkan menyediakan wisma atau asrama untuk menampung lansia agar mereka bisa bergaul dengan sesama lansia, berekreasi, berbagi kisah suka-duka, dll.
Setiap negara mengalami petumbuhan lansia, baik jumlah maupun proporsi mereka dalam populasi. Pada 2030, menurut proyeksi WHO, 1 dari 6 orang di dunia akan berusia 60 tahun lebih. Tahun 2020, misalnya, penduduk usia 60 tahun ke atas berjumlah 1 miliar. Tahun 2024 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi sekitar 1,4 miliar.
Sementara itu, proyeksi penduduk Indonesia 2020-2050 menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 penduduk lansia 11,10%, akan meningkat menjadi 20,31% pada 2045. Indonesia akan mengalami 1 dari 5 orang adalah lansia dalam 20 tahun lagi. Peningkatan jumlah lansia merupakan berkah pembangunan kesehatan, ketersediaan pangan, pendidikan, kondisi ekonomi masyarakat. Namun, ledakan jumlah lansia juga akan menjadi beban masyarakat dan negara.
Pemerintah diharapkan segera memberikan perhatian kepada para lansia. Kabinet Merah Putih yang dilantik Presiden Prabowo pada 21 Oktober lalu diharapkan segera mengambil langkah untuk membantu kaum lansia yang jumlahnya semakin meningkat. Kita harapkan ada program nyata untuk memberikan ‘angin surga’ bagi kaum lansia, sebelum mereka ‘naik surga’ beneran. Itulah kalau pemerintah mau mewujudkan tema Hari Lansia 2024, Lansia terawat, Indonesia bermartabat.
Kedua sapi tersebut bersama hewan kurban lainnya akan disembelih pada Sabtu, 7 Juni 2025 pukul 07.00 WIB.
Isu lapangan kerja merupakan rapor merah bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Ia menilai pemerintah harus melakukan upaya dalam mengatasi masalah ini.
EIU mencatat skor Indeks Demokrasi 2024 Indonesia sebesar 6,44. Pada Indeks Demokrasi 2023 yang dirilis tahun lalu, Indonesia memperoleh skor 6,53.
Menurut Gus Imin, angka tersebut juga menjadi tolak ukur ke depan bagi pemerintah untuk dapat menghasilkan produk kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat.
Salah satu program yang diapresiasi adalah program makan bergizi gratis.
Hasilnya terdapat dua jawaban dari pertanyaan terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved