Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

RUU Kesehatan

Timboel Siregar Koordinator Advokasi BPJS Watch/Sekjen OPSI-KRPI
06/4/2023 05:15
RUU Kesehatan
(ANTARA)

PEMERINTAH dan DPR saat ini akan membahas RUU Kesehatan. Yang berinisiatif mengajukan RUU Kesehatan itu ialah DPR. RUU Kesehatan itu dibuat dengan metode omnibus law yang sudah diregulasikan dalam UU No 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.

Ada sembilan UU yang akan dicabut dan empat UU yang akan direvisi RUU Kesehatan itu. Kesembilan UU yang akan dicabut masuk rumpun kesehatan. Sementara itu, empat yang direvisi ialah UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masuk rumpun jaminan sosial. Lalu, UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi masuk rumpun pendidikan.

Dengan RUU Kesehatan itu, pemerintah dan DPR berkeinginan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia dengan mewujudkan enam pilar transformasi dalam RUU Kesehatan tersebut. Itu ialah layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan teknologi kesehatan.

Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan berfokus pada upaya preventif-promotif; meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan primer; meningkatkan akses dan mutu layanan sekunder dan tersier; meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan; memperkuat ketahanan tanggap darurat; mencapai pembiayaan kesehatan dengan tiga tujuan (yaitu tersedia, cukup, dan berkelanjutan; alokasi yang adil; dan pemanfaatan yang efektif dan efisien). Kemudian, meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan serta persebarannya di seluruh Indonesia. Lalu, pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi, dan bioteknologi di sektor kesehatan.

Tentunya, semangat perbaikan kualitas layanan kesehatan itu sangat baik mengingat saat ini masih banyak persoalan layanan yang terjadi. Kasus Ibu Kurnaesih di Kabupaten Subang dan Ibu Eva di Kabupaten Luwu Utara yang akan melakukan persalinan, tetapi harus meregang nyawa bersama bayi dalam kandungan mereka merupakan fakta masih ada masalah dalam layanan kesehatan. Masih banyak contoh kasus lainnya yang menggambarkan persoalan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan saat ini.

Beberapa isu krusial

Kehadiran RUU Kesehatan menuai polemik di masyarakat. Pemerintah ataupun DPR terus mengadakan konsultasi publik untuk menerima masukan masyarakat terkait dengan RUU itu. Pelibatan masyarakat itu merupakan perintah Pasal 96 ayat (1) UU No 13 Tahun 2022 yang menyatakan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Kalangan organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengkritisi RUU Kesehatan itu mengingat UU yang melingkupi profesi mereka akan dicabut yang akan berdampak pada kerja-kerja mereka.

Pro-kontra tentang dokter asing yang akan berpraktik serta RS asing beroperasi di Indonesia juga menjadi isu dalam pembahasan RUU Kesehatan. Pertanyaannya, apakah kehadiran dokter asing dan RS asing akan dapat menjawab persoalan distribusi serta penyebaran dokter dan RS hingga ke wilayah yang jauh dari kota?

Merevisi beberapa pasal di UU BPJS juga menjadi isu krusial dalam RUU Kesehatan yang mendapat penolakan masif dari masyarakat, seperti Pasal 7 ayat (2) dengan memosisikan BPJS bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri, Pasal 13 ayat (2) huruf a yang menempatkan BPJS Kesehatan berkewajiban melaksanakan penugasan dari Kementerian Kesehatan, dan Pasal 22 ayat (2) huruf d yang mengatur laporan BPJS kepada presiden melalui Menteri Kesehatan atau Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Keuangan dengan tembusan kepada DJSN.

Terkait dengan revisi UU SJSN, penentuan besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan di RUU Kesehatan tidak lagi melibatkan asosiasi fasilitas kesehatan. Ada beberapa norma yang seharusnya diatur di regulasi operasional seperti peraturan presiden, bukan di RUU Kesehatan, seperti persyaratan kerja sama dan proses penghentian kerja sama fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan.

 

Eksistensi UU BPJS dan UU SJSN

Kembalinya UU BPJS dan UU SJSN menjadi objek yang direvisi di RUU Kesehatan, setelah direvisi di UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) dan UU No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), baik UU CK maupun UU P2SK dibuat dengan metode omnibus law.

Pasal 97A UU No 13 Tahun 2022 mengatur tentang proses revisi sebuah UU yang sudah direvisi UU dengan metode omnibus law. Pasal 97A menyatakan materi muatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan tersebut.

Dalam penjelasannya, diberikan contoh yang memperlakukan sebuah UU tidak bisa direvisi di beberapa UU dengan metode omnibus law.

Mengingat UU BPJS dan UU SJSN sudah direvisi di UU CK dan UU P2SK, bila ada pasal di UU BPJS dan UU SJSN yang akan direvisi lagi, yang harus direvisi ialah UU BPJS dan UU SJSN tersebut tidak boleh direvisi di RUU Kesehatan. Dengan merujuk pada Pasal 97A UU 13 Tahun 2023, pemerintah dan DPR seharusnya mengeluarkan UU BPJS dan UU SJSN dalam proses pembuatan RUU Kesehatan.

Untuk memastikan kualitas RUU Kesehatan, sudah tepat keputusan pimpinan DPR yang menyerahkan pembahasan RUU Kesehatan kepada Komisi IX yang memang membidangi kesehatan. Komisi IX tentunya memiliki pengetahuan lebih baik dan berkualitas tentang kesehatan bila dibandingkan dengan anggota Badan Legislasi (Baleg). Bila pembahasan RUU itu dilakukan Baleg, terjadi ketidakseimbangan pengetahuan antara pemerintah dan Baleg serta yang akan berdampak pada rendahnya kualitas UU Kesehatan nantinya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya