Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PEMEKARAN empat provinsi baru di tanah Papua merupakan beleid Pemerintah untuk percepatan pembangunan dan memperpendek rentang kendali pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran provinsi–provinsi ini pun merupakan konsekuensi dari perubahan UU No 21/2001 menjadi UU No 2/2021 tentang Otonomi Khusus Papua, serta seperangkat aturan penjabarannya seperti PP No 106, 107/2021, Peraturan Presiden No 121/2022.
Namun yang mengurus Papua kalau masih mempertahankan cara berpikir dan berpendapat bahwa pemekaran provinsi merupakan solusi terhadap penyelesaian masalah, justru di sinilah muncul kekhawatiran. Mengapa? Pertama, pemikiran dengan konstruksi logika seperti ini didominasi pendekatan birokrasi–patrimonial, Pusat yang menentukan nasib Papua, serta berorientasi pada tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dengan mengesampingkan faktor lain. Faktor lain dianggap ceteris paribus.
Kelemahan logika tersebut tanpa mengkalkulasikan faktor–faktor seperti dinamika politik lokal, masalah kekerasan dan pelanggaran HAM, pengabaian terhadap hak–hak masyarakat lokal termasuk mengabaikan akar masalah Papua (UU No.21/2001 ).
Kedua, pengabaian akar masalah dengan dalil bahwa pemekaran provinsi menjadi solusi merupakan perspektif yang justru akan memperkuat kesadaran perjuangan Papua merdeka. Kesadaran memperjuangkan Papua lepas dari Indonesia akan semakin memperoleh dukungan internasional, meski pun baru pada tahap penggalangan opini dunia. Hal ini terus akan memacu dan menyemangati perjuangan dari minoritas kreaktif kaum muda Papua sebagai generasi baru yang senantiasa menjadikan ethno-nationalism sebagai kesadaran untuk membebaskan Papua RI.
Untuk itu perlu sejak dini kita perlu membayangkan ke mana Papua pemekaran provinsi-provinsi? Memasuki Otsus jilid dua sebagai konsekuensi dari perubahan UU No.21/2001 menjadi UU No.2/2021 jangan sampai berbalik ke arah bukan percepatan pembangunan, tapi justru percepatan marginalisasi masyarakat asli di atas tanahnya sendiri.
Ketiga, menghadapi kekhawatiran marginalisasi maka tak ada pilihan lain kecuali pemekaran provinsi mampu mendorong kemandirian seperti membuat barang sendiri, menanam makanan sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri serta mengerjakan semua itu dengan penduduk lokal dan sumber daya sendiri.
Dengan kata lain, pemekaran provinsi mesti memacu adanya percepatan kemandirian untuk masyarakat asli berproduksi sesuai sumber daya yang dimiliknya. Otsus tanpa liberalisasi ekonomi kepada Papua untuk mengelola sumber dayanya sendiri, maka yang terjadi justru ketergantungan Papua pada Pusat.
Selain itu letak geografis Papua dapat menjadi peluang tapi juga ancaman. Artinya dari posisi geografis Papua berada di kawasan strategis sebagai gerbang menuju pusat pertumbuhan ekonomi baru di Pasifik, sekaligus menjadi batu loncatan menuju pusat ketegangan geopolitik global di masa depan. Karena Papua memiliki keaneka ragaman sumber daya sebagai pemasok bahan dasar bagi industri seperti industri kimia, smelter, nuklir bahkan lokasi pelucuran satelit. Keanekaragaman ini yang menjadi sasaran rebutan kapitalis di balik kemasan percepatan pemekaran provinsi–provinsi di tanah Papua.
Keempat, gerakan pembangunan tidak saja berdimensi teknis percepatan tapi percepatan mengandung makna substantif berbasis pada kapabilitas manusia yang membutuhkan transformasi paradigmatik dari pendekatan ekonomi - politik menuju pendekatan kebudayaan. Kebudayaan mesti menjadi dasar dan haluan pembangunan Papua. Perubahan pendekatan ekonomi politik menjadi pendekatan kultural inheren dengannya mesti disertai perubahan pendekatan keamanan dimodifikasi menjadi pendekatan berbasis territorial yang humanis.
Kelima, hakekat dari pendidikan adalah kebudayaan. Pendidikan adalah proses pembudayaan, melalui olah pikir, rasa, dan karsa. Dalam usaha ini strategi kebudayaan dituntut melakukan reorientasi pada dimensi keyakinan, pengetahuan, dan karakter manusia. Untuk itu maka pengetahuan bukan saja memuja nalar tapi juga kearifan.
Ironinya pendidikan karakter yang berbasis pada kearifan lokal, mengalami degradasi nilai sejak pendidikan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal berciri khas kepapuaan tergusur dalam sistem pendidikan nasional, yang berorientasi pada transfers of knowledge.
Bahkan pendidikan dasar dalam tiga dekade terakhir mengalami kemunduran. Pendidikan pola asrama yang pernah memproduksi para elite intelektual Papua yang cerdas pun terkooptasi sistem pendidikan nasional, yang hanya mengejar gelar dan status sosial pragmatis semata. Pertanyaannya dapatkah pemekaran provinsi yang tumbuh subur seperti cendawan di musim hujan di Papua, melakukan reorientasi sistem pendidikan pola internat seperti di era pemerintahan sebelum penyatuan.
Memasuki era Otsus jilid dua dan semangat pemekaran provinsi yang bukan semata mata didasari pada kepentingan administrasi pemerintahan dan ekspansi percepatan pembangunan. Momentum ini harus sebagai ekspresi pembongkaran dalam rangka inovasi dan kreaktivitas untuk menerobos status quo Papua. Wilayah yang tidak dipandang sebagai area konflik, melainkan juga keberanian untuk mendekonstruksi paradigma lama yang telah usang dengan pendekatan keamanan dan digantikan dengan konstruksi paradigma baru dalam mengelola Papua.
Pemekaran tak saja diletakan dalam dimensi teknis ekspansi administrasi pemerintahan dalam mengelola Papua. Tapi lebih jauh dari itu bahwa pemekaran menjadi trayek kebangkitan Papua menuju masa depan yang lebih baik. Cuma dengan itu kita tidak terjebak pada lubang yang sama dalam mengelola dan mengurus Papua.
WACANA Kota Tangerang untuk memisahkan diri dari Provinsi Banten dan bergabung membentuk calon provinsi baru lewat pemekaran wilayah menyeruak.
Solo diwacanakan untuk diusulkan menjadi daerah istimewa. Menanggapi itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan istana membutuhkan waktu mempelajarinya
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengatakan tidak mempermasalahkan pemekaran Jawa Tengah menjadi empat provinsi selama pemekaran itu memberikan dampak positif.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cianjur Lepi Ali Firmansyah bersama pimpinan DPRD lainnya, Susilawati, bertemu dengan Aanya Rina Casmayati, anggota DPD RI Perwakilan Jawa Barat
Rancangan besar tersebut, kata Bima Arya, untuk melihat kebutuhan ideal jumlah daerah di Indonesia baik itu provinsi, kota, ataupun kabupaten.
Subang Utara memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap optimal. Pemekaran wilayah diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur
Pemprov Papua Barat Daya pada 2023 mengalokasikan dana Rp112 miliar untuk penanggulangan stunting.
RAMAINYA bursa calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, menggema hingga ke pelosok negeri tak terkecuali di Papua
Program magang angkatan pertama dilakukan di Jakarta selama satu bulan yang diikuti 18 ASN perwakilan dari berbagai organisasi perangkat daerah Kabupaten dan Provinsi Papua Barat.
Sering bepergian dengan jet pribadi, KPK klaim kantongi alasan gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Pemkab Merauke haruslah proaktif bersinergi dengan TNI dan Polri untuk memberikan dukungan anggaran terkait sarana dan prasarana kebutuhan TNI-Polri di daerah perbatasan Indonesia.
Anggota Komisi I DPR RI Yan Permenas Mandenas menilai bahwa implementasi UU Otsus dan DAK perlu ada peran aktif masyarakat untuk mengawasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved