Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DUNIA dihantui krisis pangan dan energi. Begitu menurut berita yang sering kita baca dan dengar akhir-akhir ini. Sejumlah media, terutama dari Barat, gencar menuding perang Rusia-Ukraina sebagai pemicu krisis tersebut. Betulkah demikian? Ya embuh. Namanya juga berita, bisa di-framing. Biarlah itu jadi urusan para elite yang bertikai. Rusia dan Ukraina pastinya juga ogah disebut sebagai biang kerok.
Menurut saya, hal paling penting saat ini bukan mencari apa dan siapa pemicunya, melainkan apa langkah antisipasi dan solusinya, baik skala lokal maupun global. Apalagi, iklim juga semakin tidak keruan. Berbagai bencana semakin sering terjadi, dari kebakaran hutan, banjir, hingga tanah longsor. Itu fakta dan bukan cuma terjadi di Filipina, Amerika, atau Australia, melainkan juga di depan mata kita. Bencana-bencana itu juga berpotensi memicu kerawanan pangan.
Ketimbang membicarakan perang, mending kita diskusikan lagi konsep urban farming. Sebuah studi yang baru-baru ini diterbitkan para peneliti di Universitas Lancaster, Inggris, menunjukkan dalam banyak studi kasus konsep urban farming bisa berjalan produktif. Hasil penelitian terbaru yang diterbitkan pada jurnal Earth's Future, Rabu (24/8), menunjukkan teknik berkebun urban farming, termasuk sistem hidroponik dan pertanian vertikal atau indoor farming, dapat menghasilkan produksi yang sama dengan sistem pertanian tradisional di daerah perdesaan.
Konsep semacam itu disebut sebagai cara yang cocok untuk pertanian di masa depan. Apalagi data Bank Dunia menyebut sebanyak 56% populasi dunia saat ini tinggal di perkotaan. Angka itu diperkirakan meningkat hingga 70% pada 2050. Dengan semakin menyusutnya lahan, para peneliti meyakini konsep pertanian semacam itu (urban farming) juga bisa jadi solusi untuk mengatasi kerawanan pangan. Mereka menemukan ada beberapa jenis tanaman di perkotaan bisa menghasilkan jumlah panen dua hingga empat kali lipat lebih banyak daripada yang ditanam di perdesaan. Contohnya mentimun, sayuran berakar, serta selada.
Di Indonesia, konsep pertanian semacam itu sebetulnya juga mulai digemari, terutama pada masa pandemi covid-19. Selain tanaman hias, masyarakat banyak menanam sayuran seperti selada dan kangkung. Seorang kawan saya yang wartawan bahkan menanam tomat di balkon atap rumahnya. Menurut Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto, seperti dikutip dari laman Kementerian Pertanian, sejak urban farming menjadi tren, penjualan benih hortikultura meningkat hingga lima kali lipat. Fenomena itu juga memunculkan petani-petani tanaman dari kalangan milenial yang sukses.
Di tengah ancaman krisis pangan, alangkah baiknya sekiranya konsep urban farming itu terus digencarkan. Jangan sekadar tren saat pandemi. Alangkah elok itu menjadi bagian gaya hidup sehari-hari. Warga bisa memanfaatkan lahan di pekarangan, balkon rumah/apartemen, atau taman komunitas di lingkungan perumahan, untuk menanam buah atau sayuran yang tidak memerlukan masa tanam panjang, seperti cabai, tomat, atau mentimun. Lumayan, kan, buat lalapan?
Selain itu, program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang dibuat Kementan di sejumlah kota sebaiknya terus dijalankan dengan pendampingan dan pelatihan dari para ahli/penyuluh pertanian kepada warga dan komunitas-komunitas. Dengan begitu, masyarakat nantinya bisa mencukupi kebutuhan pangan keluarga mereka sendiri. Minimal, mereka tidak lagi teriak ketika harga cabai rawit dan keriting mahal.
Para konsultan ini sebenarnya memiliki opini-opini, terlebih saat diskusi. Namun, untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan tetap perlu diasah.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hasan mengemukakan pemerintah tak pernah mempermasalahkan tulisan opini selama ini. Hasan menyebut pemerintah tak pernah mengkomplain tulisan opini.
Perlu dibuktikan apakah teror tersebut benar terjadi sehingga menghindari saling tuduh dan saling curiga.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yogi Firmansyah, merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan sedang Kuliah S2 di Magister Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
BRInita merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan BRI Peduli yang berfokus pada tiga pilar utama: pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan pelestarian lingkungan.
Panduan lengkap cara menanam bawang merah di botol bekas! Hemat tempat, mudah, dan hasilkan panen sendiri. Pelajari triknya sekarang!
Irene Umar menegaskan pentingnya inovasi seperti drone farming dan urban farming sebagai solusi ketahanan pangan di tengah keterbatasan lahan pertanian.
Kementerian Ekonomi Kreatif menggandeng Pemuda Tani dalam rangka meningkatkan inovasi di sektor pertanian, terutama dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan di era modern.
Dalam menghadapi tantangan urbanisasi dan ketersediaan lahan hijau yang semakin berkurang di perkotaan, inovasi pertanian di kawasan perkotaan menjadi sangat penting.
Diharapkan kegiatan menanam jagung pulut dapat terus berlanjut karena sangat bermanfaat untuk kesehatan seperti mencegah kanker, mengontrol tekanan darah, jantung, dan lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved