Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pembelajaran Tatap Muka dan Pandemi

Edy Purwo Saputro Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo
08/2/2022 05:10
Pembelajaran Tatap Muka dan Pandemi
Ilustrasi MI(MI/Seno)

PEMBELAJARAN tatap muka (PTM) 100% telah diberlakukan sejak Senin, 10 Januari 2022, mengacu Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tertanggal 21 Desember 2021 dengan No 05/KB/2021, Nomor 1347 Tahun 2021, No HK.01.08/ Menkes/6678/2021, dan No 443-5847 Tahun 2021. Harapan dari PTM ialah memacu kinerja pembelajaran karena fakta secara daring ternyata tidak dapat maksimal dalam penyampaian materi sehingga transfer ilmu kurang dipahami siswa didik.

Fakta juga menunjukkan bahwa perbedaan karakteristik ilmu berpengaruh terhadap penyerapan pengetahuan oleh siswa. Artinya, ilmu sosial dan eksak pastilah berbeda sehingga untuk ilmu sosial, dalam sejumlah materi tertentu dapat dilakukan pembelajaran secara daring. Namun, pada materi yang lain akan kurang dipahami sehingga model luring menjadi lebih tepat.

Realita itu juga terjadi pada tingkatan pembelajaran yang lain, misalnya, pada pendidikan dasar tentu membutuhkan pembelajaran secara tatap muka atau face to face contact yang mendukung transfer pengetahuan. Model pembelajaran daring dalam sejumlah kondisi dapat disebut kurang tepat. Kondisi tersebut tidak saja terjadi di tingkat pendidikan menengah, tetapi juga di pendidikan tinggi.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap PTM secara daring menarik dicermati, bukan hanya terkait efektivitas transfer pengetahuan, melainkan juga kondisi kekinian di masa pandemi. Situasinya diperparah dengan ancaman varian baru pandemi omikron yang datanya cenderung terus meningkat sampai pekan kedua Februari 2022. Realitas ini kemudian menjadi argumen melakukan evaluasi PTM secara luring yang telah dilakukan sejak 10 Januari 2022.

 

 

Evaluasi

Kilas balik PTM, baik itu luring maupun daring, tidak bisa terlepas dari fakta pandemi di seluruh dunia. Hal itu sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO) bahwa dunia dalam kondisi pandemi. Terkait hal tersebut, OECD di laporannya bertajuk Coronavirus: The World at Risk meyakini pandemi memicu ancaman serius dan situasinya berisiko jika pandemi berlanjut. Hal itu didukung laporan ADB bertajuk The Economic Impact of the Covid-19 Outbreak on Developing Asia yang menegaskan ancaman pandemi di semua sektor karena mata rantai ekonomi bisnis, termasuk tentunya di sektor pendidikan. Oleh karena itu, beralasan semua negara menerapkan berbagai kebijakan, termasuk misal lockdown, work from home, social distancing, dan stay at home.

Konsekuensi tentu ada dan karenanya sektor pendidikan juga terdampak. Ironisnya, ketika semua kebijakan itu sudah dilakukan, ternyata varian baru omikron muncul dan aspek ancaman tentu terjadi. Jadi, beralasan jika evaluasi PTM diberlakukan secara nasional untuk mereduksi korban.

Kilas balik pandemi ternyata Indonesia tidak bisa mengelak karena pandemi dua tahun ini berdampak pada seluruh aspek kehidupan, baik segi ekonomi, sosial, kesehatan, maupun pendidikan.

Dualisme yang terjadi bahwa pemerintah harus menekan korban, termasuk kebijakan menutup sekolah dan kampus, di sisi lain anak harus mendapatkan haknya untuk mendapatkan pengajaran pendidikan. Fakta ini menjadi dasar keluarnya Surat Edaran Mendikbud No 4 Tahun 2020 yang salah satu isinya tentang belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran daring selama pandemi covid-19 melalui pembelajaran jarak jauh di semua daerah.

Selain itu, untuk memberikan layanan pendidikan dengan meng utamakan keselamatan dan keamanan serta mencegah penyebaran yang masif, maka ditetapkan SKB 4 Menteri yaitu Mendikbud, Menag, Menkes, dan Mendagri dengan beberapa kali perubahan, yang berisi tentang penyelenggaraan PTM yang dicantumkan rambu-rambu pelaksanaan PTM pada masa pandemi.

Konsekuensi PTM di masa pandemi maka pemerintah mengeluarkan dana subsidi yang tidak kecil. Menkeu Sri Mulyani menegaskan tahun ajaran ganjil 2021 periode Agustus 2021 lalu nilai subsidi internet Rp2,3 triliun bagi 26,89 juta siswa, mahasiswa, guru dan dosen.

Rinciannya untuk siswa PAUD ada 1.529.949 orang (anggaran Rp.88,35 miliar), jenjang SD, SMP, dan SMA sebanyak 20.428.602 orang (Rp.1,69 triliun), guru PAUD, serta tenaga pendidik lainnya sebanyak 1.560.073 orang (Rp154,44 miliar). Untuk mahasiswadosen, sebanyak 3.272.630 orang (Rp404,98 miliar). Jadi, total mencakup 26.891.244 orang. Lingkup pendidikan di Kementerian Agama setara PAUD, ibtidaiah, sanawiah, dan aliah anggarannya Rp470 miliar.

Besaran subsidi internet pada tahun ajaran baru 2022 memang tidak diberikan lagi oleh pemerintah karena penerapan PTM secara luring sejak 10 Januari 2022. Meskipun demikian, fakta sebaran pandemi yang meningkat lagi setelah Nataru akhirnya memaksa pemerintah, baik di pusat mapun daerah, menghentikan PTM secara tatap muka atau luring. Artinya, langkah antisipatif ini menjadi benar adanya, terutama untuk mereduksi sebaran pandemi yang lebih luas lagi setelah sebelumnya sempat mereda.

Data sebaran pandemi per 4 Februari 2022 kasus baru 32.211 dengan rerata sepekan terakhir 18.217 kasus. Hal itu menjadi warning untuk melanjutkan PTM yang sudah diberlakukan sejak 10 Januari 2022. Oleh karena itu, beralasan jika Presiden Jokowi menegaskan urgensi evaluasi PTM karena kasus per 22 Januari-4 Februari 2022 mencapai 166.446 kasus.

Selain itu, Presiden menyoroti lonjakan kasus di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam beberapa waktu terakhir yang menyumbang kasus tertinggi secara nasional. Bahkan, hal itu juga berimbas ke daerah penyangga, seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi, sehingga sepakat diputuskan membatalkan PTM dan kembali menerapkan pembelajaran jarak jauh secara daring.

Ironisnya, Gubernur Jakarta Anies Baswedan belum memutuskan karena adanya regu lasi yang melekat dalam SKB 4 Menteri dan menunggu keputusan pemerintah pusat.

Argumen yang mendasari karena di SKB 4 Menteri dijelaskan prosedur PTM dan aturan penghentiannya untuk dialihkan ke model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. Hal itu memang sangat dilematis, sementara ancaman pandemi semakin meningkat kembali.

 

 

Keyakinan

Jika dicermati, sejatinya ada ambigu pada kebijakan yang berlaku sehingga menyulitkan meskipun di sisi lain ada juga penegasan seperti dalam keputusan yang dikeluarkan Kemendikbud-Ristek bahwa di semua wilayah PPKM level 1-3 wajib melaksanakan PTM tatap muka. Padahal, pada SKB 4 Menteri yang ditandatangani Mendikbud-Ristek, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri menyebut untuk menghentikan PTM 100% harus seizin Menteri Luhut Binsar Pandjaitan selaku Koordinator PPKM wilayah Jawa-Bali. Artinya, PTM itu sendiri mengacu SKB 4 Menteri dan penetapan PPKM-nya di bawah Kemendagri.

Hal itu berbeda jika dibanding penetapan PSBB yang keputusan PTM-nya yang diatur lewat kewenangan gubernur sehingga gubernur leluasa mengambil kebijakan.

Artinya, PTM sekarang mengacu pemerintah pusat, bukan daerah. Jadi, pusat memang haruslah proaktif melihat perkembangan yang ada terkait pandemi melalui varian baru omikron, terutama terkait dampak sistemisnya, termasuk tentunya di sektor pendidikan terkait PTM 100%.

Evaluasi PTM 100% tidak bisa terlepas dari ancaman pandemi dan data terbaru memberi gambaran nyata karena terkonfi rmasi 4.480.423, sembuh 4.172.458, meninggal 144.497, dan sebaran kasus di Jakarta masih tertinggi mengacu data per Sabtu (5/2) sebesar 12.774 kasus, Jawa Barat 8.053, Banten 4.992, Jawa Timur 2.154, Bali 2.038, dan Jawa Tengah 1.027 kasus, sementara di daerah lain rerata di bawah 300 kasus meskipun tetap harus diwaspadai dan diantisipasi penyebarannya.

Fakta itu memberikan gambaran yang konkret bahwa sebaran pandemi masih terjadi dan cenderung terus meningkat pasca-Nataru sehingga pemberlakuan PTM 100% sejak 10 Januari 2022 harus dievaluasi secara bersama, baik di pusat maupun daerah, terutama mengacu SKB 4 Menteri yang ketentuannya PPKM mengacu Kemendagri.

Meski pendidikan dan pengajaran merupakan hak bagi semua warga negara, penyelenggaraannya tetap harus memperhatikan kepentingan untuk keamanan, keselamatan? dan kesehatan. Jadi, tidak ada salahnya jika PTM 100% penting untuk dievaluasi sebelum ancaman pandemi kembali merebak dan meresahkan publik yang pastinya untuk menjaga dan menyelamatkan anak-siswa didik dan mahasiswa sebagai generasi penerus.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya