Menakar Cuan Dari Perhelatan G-20

Taufik Rauf, Direktorat Pengelolaan Media Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik 
24/1/2022 21:55
Menakar Cuan Dari Perhelatan G-20
Taufik Rauf(Dok pribadi)

ADA dua isu utama yang patut dinanti ketika Indonesia didapuk menjadi pemimpin dalam forum internasional G-20 pada 2021. Pertama, kapasitas Indonesia sebagai motor perubahan bagi 19 negara plus Uni Eropa yang tergabung sebagai anggota dalam forum tersebut. Kedua, mampukah ajang ini menjadi kesempatan unjuk kualitas penunjang perekonomian dalam negeri, bangkit usai dihempas badai covid-19, yang hingga kini belum berakhir. 

Terlebih Presidensi G-20 juga seperti pengakuan bahwa Indonesia adalah satu dari sedikit negara yang mampu bertahan di tengah pandemi. Maka itu masyakarakat dan semua pelaku ekonomi harus memperoleh manfaat dari event tahunan ini. G-20 merupakan forum internasional yang dibentuk pada 1999. Bisa dibayangkan bahwa anggotanya merupakan negara-negara dengan ekonomi terbesar dunia, yaitu 80% produk dunia bruto, 75% perdagangan dunia dan 60% populasi dunia. Maka itu di setiap penyelenggaraan, pembahasan dalam pertemuan lebih fokus pada perekonomian dan keuangan global.

Secara umum gelaran Presidensi G-20 selama setahun, melalui berbagai pertemuan-pertemuannya, akan memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia. Rangkaian kegiatan yang mencapai kurang lebih 150 pertemuan dan digelar secara daring di Bali misalnya, akan menambah pundi-pundi daerah secara khusus karena akan banyak pengunjung yang berdatangan.

Sebanyak 20.988 delegasi akan datang ke Indonesia bersama staf atau anggota keluarga. Jumlah ini dinilai dapat berlipat menjadi 41.976–83.952 potensi orang hadir ke Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah pertemuan pada akhir 2021 menyatakan keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp7,6 triliun jika menggunakan kurs Rp14 ribu per US$1 terhadap produk domestik bruto (PDB). Konsumsi domestik juga dikatakan berpotensi naik hingga sebesar Rp1,7 triliun. Sisi lainnya, gelaran G-20 juga mendorong geliat sektor tenaga kerja. Diperkirakan sekitar 33 ribu lapangan pekerjaan terbuka, khususnya untuk mendukung event ini.

Hitung-hitungan ini terasa menggairahkan banyak sektor ekonomi dalam negeri. Termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Apalagi adanya dukungan fasilitas perpajakan khusus bagi pelaku sektor ini, setelah pemerintah dan DPR RI mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang UU HPP memberikan kemudahan dalam hal pendaftaran nomor pokok wajib pajak (NPWP), yakni nomor induk kependudukan (NIK) menjadi NPWP. Keadilan dan pembelaan kepada UMKM terlihat dari ketentuan peredaran bruto tidak kena pajak (PBTKP) sebesar Rp500 juta setahun. Ketentuan ini mulai berlaku 1 Januari 2022. Artinya, adanya PBTKP ini UMKM mendapat keringanan pajak, yakni atas peredaran bruto sebesar Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%.

Fasilitas ini jelas berpihak kepada UMKM, yaitu mereka dengan omset rata-rata sebulan di bawah Rp41 juta tidak terutang PPh final 0,5%. Begitu juga saat pengenaan PPh final 0,5%, yakni setelah tercapai omset bruto Rp500 juta dalam satu tahun. Selama peredaran usahanya belum mencapai angka ini, maka PPh final 0,5% masih dianggap nihil.

Sederhananya, UMKM hanya membayar pajak pertambahan nilai (PPN) final dengan tarif 1%, 2%, dan 3% dari peredarannya. Jadi beban UMKM akan lebih ringan karena tidak perlu membayar PPN dengan tarif normal pada 2022 sebesar 11%, saat seluruh rangkaian Presidensi G-20 berlangsung.

Patut kita nanti usai event Internasional ini berakhir, seberapa nyaring gemericik pundi-pundi UMKM yang notabene menjadi representasi perekonomian masyarakat. Jika suaranya nyaring, tentu gelaran-gelaran internasional di mana Indonesia tampil sebagai tuan rumah, wajib didukung dan disukseskan bersama. 

Peserta Bimbingan Teknik Penulisan Siaran Pers Ditjen IKP Kominfo



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya