Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Tangkal Intoleransi Lewat Literasi Sejak Dini

Eko Jatmiko, Guru SDN Babakan 01, Cilacap, Fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation
07/2/2021 20:35
 Tangkal Intoleransi Lewat Literasi Sejak Dini
Eko Jatmiko(Dok pribadi)

PEMERINTAH sudah mengeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri terkait dengan persoalan intoleransi yang kadang kerap terjadi di negeri ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, Menteri Agama Yaqut Cholil Qomas dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah menandatangi hal tersebut. 

Intoleransi tentulah menjadi preseden buruk bagi keberagaman di Tanah Air. Hal itu tak hanya muncul dalam agama, bisa dalam bentuk suku, budaya, status sosial dan terjadi di lingkungan manapun. Namun yang paling mungkin terjadi menimpa kalangan minoritas. Sebagai manusia sosial yang selalu berkomunikasi dan interaksi dengan orang lain, kita bisa saja tanpa sengaja melakukan intoleransi. Banyaknya hal seperti itu di sekitar kita. Persoalan tersebut akibat pemahaman tiap individu berbeda dalam menyikapi suatu hal. Pemahaman yang kita miliki sekarang adalah buah dari pembelajaran yang kita kerjakan puluhan tahun lalu. 

Pendidikan era 80-90an mengedapankan hasil dibanding proses, sehingga kita lebih menghargai sebuah angka dibanding deskripsi. Pemikiran seperti inilah yang sebagian besar masih kita gunakan, utamanya di dunia pendidikan. Merujuk apa yang terjadi di sekolah di Padang, Sumatra Barat menjadi salah satu contoh sebab dari kurangnya literasi dalam memahami sebuah aturan agama. Begitu pula yang terjadi baru-baru ini, kasus yang menyeret aktivis media sosial Abu Janda karena kurangnya literasi. Jemari kita lebih cepat menulis dibanding mata untuk melihat sumber valid di sebuah media. Untaian kata mudah sekali keluar sebelum berpikir dampak yang terjadi.

Ada juga media daring yang selalu menggiring pembaca kepada kebencian, yang sampai hari ini masih bisa beroperasi. Apakah intoleransi dibenarkan hanya untuk kepentingan yang menguntungkan? Atau kita mulai toleransi kepada intoleransi? Dari beberapa contoh intoleransi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, sebagai pendidik wajib ikut memberikan solusi. Salah satu yang bisa kita lakukan kepada anak didik adalah dengan memperbanyak literasi, baik literasi digital, pendidikan, finansial, kritikal, teknologi, dan lain sebagainya.

Literasi sejak dini

Yang paling mendesak adalah literasi digital, di mana anak didik kita hampir setiap hari berselancar di dunia maya. Sudah barang tentu banyak informasi yang diperoleh, apakah itu valid atau hoaks sangat sulit dibedakan untuk mereka. Konsumsi informasi yang keliru, tidak hanya bisa menjadikan anak salah jalan. Namun lebih parah lagi kesesatan yang dibenarkan olehnya bahkan kelompoknya.

Jika dilihat dari pengertian yang sudah disebutkan sebelumnya, memang literasi hanya tampak berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis saja. Namun sekarang sudah berbeda, karena literasi juga mencakup pengetahuan seseorang berkomunikasi di dalam masyarakat, sehingga tidak heran bila kemudian gerakan literasi mulai digalakkan. 

Ya, literasi ini begitu penting di dalam kehidupan manusia apalagi kita hidup di zaman kecanggihan teknologi. Literasi ini sangat diperlukan dalam segala lini kehidupan karena bisa menjadi kunci untuk berproses menjadi manusia yang lebih berpengetahuan dan berperadaban. Anak-anak kita harus dibekali filter dalam kehidupannya, yaitu literasi.

Salah satu cara yang bisa ditempuh meningkatkan kemampuan literasi ini adalah dengan banyak membaca buku. Hanya saja yang sangat disayangkan membaca tampaknya bukanlah budaya masyarakat, mengingat masih banyak daerah di Indonesia yang minat bacanya rendah. Alhasil kemampuan literasinya juga rendah. Gerakan literasi sekarang ini menjadi gerakan yang terus disosialisasikan pada setiap lapisan masyarakat. 

Kegiatan literasi merupakan suatu bentuk hak dari setiap orang untuk belajar di sepanjang hidup. Harapannya adalah dengan kemampuan literasi yang meningkat, kualitas hidup masyarakat juga bisa meningkat. Multiple effect yang dimilikinya juga dianggap bisa membantu pembangunan yang berkelanjutan, yaitu mengedepankan toleransi dan meninggallkan intoleransi.

Jika semua guru di Indonesia mendidik siswa untuk melek literasi informasi digital, anak-anak kita memiliki filter untuk mengarungi derasnya informasi yang setiap saat memenuhi ruang media sosial. Mengutip sebuah tulisan dari Hellen Keler, ”Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi, karena semakin seorang paham perbedaan, dia akan paham makna kebersamaan.”
 

Eko Jatmiko, Peserta Peningkatan Skill Menulis bagi Tenaga Pengajar Se-Indonesia



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik