Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Etika Bermedia Sosial

Khoiruddin Bashori Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyakarat Yayasan Sukma Jakarta
24/8/2020 03:20
Etika Bermedia Sosial
(Dok. Pribadi)

SAAT ini media sosial telah menjadi gaya hidup. Semua orang, tidak pandang usia, terhubung dan berkomunikasi menggunakan media sosial (medsos) dalam berbagai platform. Pengguna dengan sangat leluasa mendapatkan dan berbagi informasi ke seluruh dunia dalam waktu yang sangat singkat. Sayangnya, tidak sedikit terjadi penyalahgunaan medsos yang berujung pada jerat hukum sebagai konsekuensi dari penyebaran informasi tanpa memperhatikan kaidahkaidah etika.

Sebagai upaya mengurangi masalah penyalahgunaan medsos, perilaku etis perlu terus diupayakan. Menurut UU No 19 Tahun 2016 sebagai Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai pasal 27 sampai 30. Baik menyangkut konten yang tidak selayaknya diunggah maupun penyebaran hoaks dan ujaranujaran kebencian, termasuk juga menjebol data tanpa izin.


Booming sosmed

Penggunaan medsos tumbuh pada kecepatan yang sulit digambarkan. Abad 21 dapat dikatakan sebagai periode booming untuk jejaring sosial. Berdasarkan laporan yang diberikan Smart Insights, pada Februari 2019 ada lebih dari 3,484 miliar pengguna medsos. Laporan Smart Insights menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial tumbuh sebesar 9% per tahun dan tren ini diperkirakan terus berlanjut. Saat ini jumlah pengguna medsos merupakan 45% dari populasi global.

Para pengguna terberat dari medsos ialah 'pribumi digital', kelompok orang yang lahir atau tumbuh di era digital dan sangat akrab dengan berbagai teknologi dan sistem informasi. Mereka ini merupakan 'generasi milenial' yang menjadi dewasa pada pergantian abad 21. Kini berbagai platform medsos dipergunakan untuk apa saja, dari pemasaran produk, akuisisi berita, pengajaran nilai-nilai, perawatan kesehatan, keterlibatan sipil, hingga berpolitik.

Facebook, LinkedIn, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan medsos lainnya telah secara radikal mengubah cara organisasi, kelompok, dan individu dalam menyebarkan, berbagi, dan mendiskusikan ide-ide serta informasi. Platform ini disediakan untuk mengekspresikan pendapat yang dengan sangat cepat sampai kepada khalayak luas tanpa campur tangan editor. Berbeda sekali dengan platform tradisional seperti surat kabar, radio, dan televisi. Di medsos, setiap orang dapat menjadi editor untuk dirinya sendiri dan segera melempar konten pribadi kepada siapa pun.

Ketiadaan editor ahli pada medsos menyebabkan kecepatan penyebaran informasi benar-benar real time. Hanya melalui sentuhan jari di atas gawai, apa yang dipikirkan dan dirasakan penggunanya langsung dapat diunggah atau disebarkan. Medsos telah menciptakan lingkungan yang sangat berbeda dalam berkomunikaksi dan berinteraksi. Di sisi lain, menyisakan problem etis ketika pegiatnya tidak mengindahkan etika dan tata krama dalam bermedia sosial.

Peningkatan penggunaan medsos ternyata disertai pula dengan masalah privasi dan keprihatinan etis. Persoalan privasi dapat terjadi baik di ranah profesional maupun personal yang pada akhirnya berimplikasi pada soal keamanan data. Privasi di medsos sangat sulit dijaga karena media ini memang dirancang untuk berbagi informasi. Lemahnya perlindungan privasi individu dalam ruang ini tidak jarang mengakibatkan perilaku kurang etis dan tidak diinginkan yang berujung pelanggaran privasi dan keamanan, terutama pada kelompok-kelompok pengguna yang paling rentan.

Penggunaan medsos secara tidak etis telah mengakibatkan pelanggaran privasi pribadi dan berdampak pada keamanan informasi. Laporan pada 2019 mengungkapkan bahwa anak usia antara 8-11 tahun menghabiskan waktu untuk daring rata-rata 13,5 jam per minggu dan 18% dari kelompok usia ini secara aktif terlibat di medsos (Chaffey: 2019). Mereka antara usia 12-15 tahun menghabiskan rata-rata 20,5 jam online dan 69% dari kelompok ini aktif menggunakan medsos.

Anak-anak dan remaja memang merupakan kelompok terbesar pengguna internet dan sebagian besarnya tidak mengetahui bagaimana melindungi informasi pribadi di web. Mereka merupakan kelompok yang paling rentan terhadap kejahatan siber terkait dengan pelanggaran privasi informasi (Carroll dkk: 2015). Belakangan, kelompok tua juga memiliki perilaku bermedia sosial yang kurang lebih sama. Kebiasaan ngerumpi, bergunjing, seperti mendapatkan saluran baru di medsos.


Etika daring

Privasi, hak untuk menikmati kebebasan dari gangguan yang tidak sah, ialah hak semua manusia. Secara leksikal, privasi dapat didefinisikan sebagai hak untuk dibiarkan sendiri menjadi bebas dari pengawasan tersembunyi, atau pengungkapan data pribadi, atau informasi yang tidak diinginkan oleh pemerintah, korporasi, atau individu. Pendek kata privasi ialah hak mengontrol akses informasi pribadi. Ini merupakan elemen kunci kebahagiaan. Menjaga privasi dapat memberikan ketenangan pikiran dengan menyediakan lingkungan 'sendiri'. Kesendirian ini dapat memungkinkan orang bernapas lega dalam ruang yang bebas dari gangguan.

Meskipun terdapat manfaat luar biasa yang berasal dari penggunaan media sosial secara efektif, ada beberapa risiko yang tidak mudah dihindari yang terkait dengan penggunaannya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang lebih besar menyangkut apa yang hendak dibagi dalam medsos. Platform jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan Youtube dikatakan sebagai media paling efektif untuk berkomunikasi dengan generasi Y (gen Y), tetapi bukan tanpa risiko.

Menurut Bolton dkk (2013), penggunaan medsos oleh gen Y, jika dibiarkan terus-menerus dan tidak dimonitor, dapat memiliki implikasi jangka panjang terhadap privasi dan keterlibatan mereka dalam kegiatan sipil. Penggunaan medsos secara berlebihan mengakibatkan perubahan norma-norma perilaku dan sosial, serta meningkatan kadar cyber crime. Hari ini jaringan sosial menjadi platform pilihan bagi hacker dan pelaku kejahatan lain untuk berperilaku antisosial.

Media ini menawarkan volume data/informasi yang besar, dari tanggal lahir, tempat tinggal, tempat kerja, bisnis, informasi tentang keluarga, hingga kegiatan pribadi lainnya. Di banyak kasus, pengguna medsos sering secara tidak sengaja mengungkapkan informasi yang dapat menjadi berbahaya dan tidak pantas.

Mengumbar kegiatan pribadi dan profesional secara berlebihan di medsos dapat memiliki implikasi negatif jangka panjang bagi masa depan seseorang. Melindungi privasi dalam komunitas jaringan hari ini menjadi tantangan besar.

Medsos memang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi dapat dipergunakan sebagai sarana menyambung silaturahim. Merajut kembali persahabatan yang lama terputus. Namun, dapat pula menimbulkan permusuhan tajam. 'Perang' terbuka dengan sumpah serapah yang meluncur tanpa kendali sering kita saksikan berseliweran di dunia maya. Tampaknya etika bermedia sosial semakin lama semakin penting untuk mendapat perhatian serius para pegiatnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya