Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Kenormalan Baru Menuntut Kedewasaan dalam Bernegara

Aries Heru Prasetyo Data Scientist, Dosen Sekolah Tinggi Manajemen PPM
17/6/2020 06:15
Kenormalan Baru Menuntut Kedewasaan dalam Bernegara
(Dok. Pribadi)

KETIKA normal sudah tak lagi bermakna sama seperti dahulu. Itulah kesan pertama yang saya rasakan ketika melalui 15 Juni, masa saat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta mulai dilonggarkan.

Sebuah periode masyarakat banyak yang memaknai sebagai bentuk peralihan dari masa pelaksanaan kebijakan PSBB secara ketat menuju kondisi normal.

Tanpa berusaha untuk mencari kebenaran atas opini tersebut, kini kita dapat melihat bahwa aktivitas masyarakat, khususnya dalam menjalankan roda ekonomi, tak sebebas periode saat pandemi belum terjadi.

Sebagai contoh, kunjungan ke pusat-pusat perbelanjaan kini diatur sedemikian rupa untuk menjaga agar protokol kesehatan dapat tetap berlangsung.

Tujuan akhirnya ialah tetap meminimalisasi dampak pandemi covid-19 yang telah memakan korban jiwa dalam jumlah yang luar biasa.


Jalankan protokol

Demikian pula di dunia pendidikan. Sejak minggu lalu, di sejumlah kelompok masyarakat, wacana akankah mereka tetap menyekolahkan putraputrinya di masa pandemi belum dinyatakan benar-benar usai, ataukah memilih opsi cuti untuk sementara waktu dengan konsekuensi tetap tinggal di jenjang yang kini ditempuh, menjadi perhatian publik.

Hal yang sama juga terjadi di sektor pengelolaan pasar. Pemberlakuan sistem ganjil-genap juga terjadi. Pada tanggal genap, hanya kios bernomor genap yang dapat ber operasi. Demikian pula halnya ketika tanggal ganjil, hanya kios bernomor ganjil jualah yang diperkenankan beroperasi.

Situasi pengendalian juga terjadi di jalan raya. Di beberapa ruas jalan, aparat keamanan secara proaktif mengingatkan warga untuk tetap menjalankan protokol kesehatan sembari menjalankan roda perekonomian, mulai pemakaian masker hingga pembatasan jumlah penumpang dalam satu kendaraan.

Semua hal tersebut menunjukkan bahwa untuk sementara waktu, kondisi normal baru ini, tak lagi dapat dimaknai seperti normal pada periode sebelumnya. Bila konteks kehidupan ini yang harus dijalani, perta nyaannya ialah bagaimana dunia bisnis harus menyikapi pola kenormalan baru ini?

Dalam diskusi beberapa waktu terakhir, banyak pelaku bisnis yang menanti-nantikan pelonggaran kebijakan ini.

Harapannya hanya satu, yakni kurva permintaan masyarakat akan pulih seperti sedia kala. *Dalam penelitian yang kami lakukan di beberapa sektor, terdapat indikasi bahwa pasar masih membutuhkan waktu yang cukup untuk memulihkan kekuatannya. Bisa jadi dalam hitungan bulanan hingga tahunan.

Beberapa konsultan ternama dunia selang seminggu terakhir mulai rajin memublikasikan sejumlah temuannya.

Ada yang mengusung tema optimisme dengan mengatakan bahwa pemulihan akan terjadi di tahun ini. Sebaliknya, tidak sedikit yang meletakkan 2022 sebagai tonggak pemulihan ekonomi dan bahkan ada yang lebih panjang dari itu.

Hasil temuan tersebut sangatlah logis. Tengoklah kini sejumlah kebijakan, dari merumahkan sebagian karyawan yang di ikuti dengan pembayaran 50% dari gaji hingga pengurangan jumlah karyawan, yang tak lain bertujuan meningkatkan daya kesehatan keuangan perusahaan.

Semua itu merupakan komponen yang secara langsung akan menurunkan daya beli masyarakat. Padahal, daya beli ini pulalah yang diharapkan mampu menggulirkan roda perekonomian nasional.

Di antara karut-marut ulasan yang ada, saya memilih untuk mengajak kita semua becermin pada kejadian krisis ekonomi dan sosial yang pernah kita rasakan pada 1997-1998. *Kunci kebangkitan Indonesia ialah ketika semua pihak berupaya untuk mengusung jiwa kewarganegaraannya.

Saya masih teringat betapa efektifnya sistem jaring pengaman sosial kala itu. Dengan menyalurkan bantuan kepada para ibu rumah tangga, secara otomatis perekonomian keluarga dapat tetap bertahan di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja yang menimpa para tulang punggung ekonomi.

Tak hanya itu, kekompakan masyarakat dalam mengatasi krisis juga terbukti mampu mendongkrak perekonomian nasional. Dalam hitungan tahun, akhirnya kita mampu mengatasinya secara efektif.


Kepentingan lebih luas

Semangat yang sama kini perlu dihadirkan kembali, terutama di masa–masa awal penerapan kenormalan baru.

Motif segera mencari profit perlu disertai dengan ajakan untuk melihat kepentingan ekonomi lain yang jauh lebih luas. Prinsip itulah yang secara keuangan diperlukan.

Salah satu aplikasinya ada pada sisi pengelolaan modal kerja perusahaan. Agar terhindar dari keputusan pengurangan jumlah karyawan yang nantinya berdampak luas kepada perekonomian nasional, kini perusahaan harus fokus pada pemanfaatan modal kerja yang dimiliki.

Dari sisi keuangan, komponen modal kerja terbagi menjadi dua, yakni aset jangka pendek dan utang jangka pendek. Dari kalkulasi sederhana, menambah utang modal kerja akan memberatkan perusahaan sebab bunga yang diberikan ketika perusahaan berada dalam keadaan sangat membutuhkan dana akan sangat tinggi.

Maka, mau tak mau, perusahaan harus melihat kekuatan aset lancarnya. Itu berarti mereka hanya mempunyai opsi untuk segera menjual barang jadinya dan meningkatkan kolektibilitas piutangnya.

Sekarang, untuk menjual barang jadinya, perusahaan harus menanti daya beli masyarakat dapat pulih kembali.

Maka, opsi terakhir ialah mempercepat penagihan atas piutang perusahaan. Ada dua hal yang saya soroti. Pertama, diperlukan cara pandang dan kedewasaan bernegara untuk mengatakan ‘saya masih mempunyai kekuatan keuangan dan siap melunasi kewajiban saya saat ini’.

Upaya melihat pada kepentingan yang lebih luas ini akan sangat membantu dunia usaha nasional di masa sulit seperti saat ini. Kedua, dari sisi lembaga pembiayaan. Meski sepintas terkesan sangat ideal, pemberian kebijakan kredit lunak hendaknya menjadi fokus sektor perbankan dalam jangka menengah.

Kolaborasi itulah yang kini dinantikan segenap kalangan sebagai sebuah defi nisi kenormalan baru. Mari kita jadikan momen ini sebagai perwujudan sikap tenggang rasa sembari memupuk jiwa gotong royong yang merupakan fondasi kearifan bangsa. Inilah semangat yang akan menghantarkan bangsa kita selamat melalui pandemi covid-19. Semoga wacana ini mampu membangun semangat baru untuk terus mengupayakan kenormalan baru yang semakin menjanjikan.

Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyer tai Anda.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya