Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
LEANI Ratri Oktila sempat mengira perjalanan kariernya sebagai atlet bulu tangkis berakhir setelah tragedi Kecelakaan sepeda motor menimpa dirinya pada 2011.
Perempuan yang masih berusia 21 tahun itu padahal bermimpi menjadi atlet bulu tangkis yang hebat dan bisa membanggakan Indonesia di berbagai kejuaraan. apalagi ia sudah menekuni olahraga tepok bulu itu sejak umurnya masih tujuh tahun.
Namun, mimpi tersebut harus dikubur dalam-dalam sejak tragedi kecelakan yang membuatnya mengalami patah tulang pada kaki dan tangan kirinya.
Baca juga: Tidak Hadir di Tokyo, Komite Olimpiade Korut Disanksi
Dia divonis mengalami gangguan pada kakinya yang memiliki panjang yang berbeda. Ia pun harus pensiun sebagai atlet nondisabilitas dan beralih menjadi atlet disabilitas.
Di tengah keterbatasan fisiknya itu, Leani memutuskan untuk terus berjuang merawat mimpinya agar bisa menjadi pebulu tangkis hebat, meski harus menghadapi berbagai tantangan.
Dalam perjalanannya menjadi atlet Paralimpiade, ia sempat mendapat tentangan dari orangtuanya yang tidak mau anaknya merasa kecil hati karena harus bertanding sebagai atlet nondisabilitas.
Namun, Leani selalu memutuskan untuk terus berjuang tidak kenal lelah demi mewujudkan cita-citanya menjadi atlet yang membanggakan. Ia pun mulai mengikuti berbagai turnamen.
Gelar pertama Leani di cabor para-bulu tangkis dicatatkan saat Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2012 Riau ketika dia meraih satu emas dan satu perak.
Tahun 2013 menjadi awal perjalanan Leani bergabung bersama dengan Komite Paralimpiade (NPC) Indonesia. Ia pun mulai turun dalam kejuaraan internasional.
Naik podium utama berbagai kejuaraan sudah pernah dirasakan, mulai dari emas ASEAN Paragames, emas Asian Paragames, hingga Kejuaraan Dunia Paragames.
Berkat rentetan prestasi yang ditorehkannya, Federasi Badminton Dunia (BWF) menganugerahinya gelar atlet parabadminton putri terbaik selama dua tahun berturut-turut pada 2018 dan 2019.
"Walaupun saya kecelakaan, tapi saya tidak merasa terpuruk saat itu. Yang membuat saya tangguh di tengah keterbatasan, ya, pasti keluarga dan orang sekitar saya yang selalu mendukung saya," kata Leani saat dihubungi, Rabu (8/9).
Kini, sudah 10 tahun berlalu sejak tragedi kecelakaan itu, Leani justru mengukuhkan dirinya sebagai atlet Indonesia tersukses yang mampu mencetak sejarah dengan mempersembahkan tiga medali dalam satu penyelenggaraan Olimpiade atau Paralimpiade lewat cabang parabulu tangkis.
Atlet berusia 30 tahun itu membawa pulang dua emas dan satu perak dalam cabang parabulu tangkis yang baru pertama kalinya dipertandingkan di Paralimpiade.
Emas pertama dipersembahkan dari nomor ganda putri SL3-SU5 bersama Sadiyah Khalimatus pada Sabtu (4/9). Kemenangan tersebut mengulang kisah indah Indonesia di ajang Paralimpiade dengan menghadirkan kembali medali emas untuk Merah Putih, mengakhiri penantian selama 41 tahun.
Sehari berikutnya, Leani mesti menjalani dua laga final, yakni tunggal putri SL4 dan ganda campuran SL3-SU5 bersama Hary Susanto.
Dia hampir saja meraih mahkota kedua ketika mencapai final tunggal putri SL4. Namun ia harus merelakan medali emas kepada wakil Tiongkok Cheng Hefang setelah melewati pertarungan ketat rubber game selama hampir 1 jam.
Leani hanya memiliki waktu kurang dari 3 jam untuk kembali bertarung pada pertandingan final ganda campuran bersama Hary Susanto. Meski letih, ia tidak mau menyerah begitu saja dan tetap memberikan seluruh sisa kekuatannya di lapangan demi sekeping emas lainnya.
Usai gagal di final tunggal putri, Leani justru seakan terlahir kembali, tampil habis-habisan pada final ganda campuran untuk menghabisi wakil Prancis Lucas Mazur/Faustine Noel dan mengklaim emas keduanya di Tokyo.
Emas kedua itu menjadi penutup yang manis bagi perjalanan Indonesia di hari terakhir pelaksanaan Paralimpiade. Raihan dua emas menjadi prestasi terbaik kontingen Merah Putih dalam partisipasi di pesta olahraga penyandang disabilitas terbesar di dunia itu.
"Ini merupakan Paralimpiade dan pertama kalinya saya bertanding di Paralimpiade," kata Leani dikutip laman resmi Olympics.
"Saya selalu mengatakan bahwa saya ingin menunjukkan yang terbaik untuk Indonesia, memberikan segalanya untuk masyarakat Indonesia," ujarnya.
Turun di tiga nomor pertandingan, Leani jelas menargetkan dapat membawa pulang tiga medali emas dari Tokyo.
"Bagi saya pribadi, hasil ini tidak sesuai target karena semua atlet tentunya ingin meraih yang terbaik. Tentunya saya turun di tiga nomor, jadi inginnya tiga emas," ujarnya.
Meski demikian, Leani mengaku tetap bersyukur dengan torehan tersebut. Sebab, ia mengatakan telah memberikan penampilan yang maksimal selama pertandingan.
Leani yang turun di tiga nomor pertandingan itu memang menghadapi tantangan yang lebih berat karena dia mempunyai jadwal pertandingan yang lebih padat serta waktu istirahat yang minim.
Atlet kelahiran Riau, Pekanbaru itu tercatat telah menjalani 12 pertandingan sejak parabulu tangkis dimulai pada 1 September, dan bahkan mesti melakoni empat laga sekaligus dalam sehari sebelum akhirnya mampu
merebut medali emas ganda putri.
Rasa letih itu pun akhirnya terbayar tuntas. Leani yang dulu sempat mengira bahwa perjalanan kariernya sebagai pebulu tangkis bakal berakhir, kini justru menuliskan tinta manis dalam catatan sejarah Indonesia sebagai atlet yang berhasil menghadirkan kembali medali emas untuk Merah Putih, mengakhiri penantian selama empat dekade lamanya.
Maka, tidak salah jika Leani dijuluki sebagai Ratu parabulu tangkis. (Ant/OL-1)
Nama: Leani Ratri Oktila
Tempat, tanggal lahir: Kampar, Pekanbaru, 6 Mei 1991
Cabor: Parabulutangkis
Klasifikasi: SL4
Prestasi:
Olimpiade
Kejuaraan Dunia BWF
Asian Paragames
ASEAN Paragames
Turnamen internasional
Sejarah Prestasi Indonesia di Ajang Paralimpiade
Untuk semakin melebarkan sayap anak bangsa di luar negeri, Wall Street English hadir dengan misi menjadikan Indonesia yang lebih kompetitif dengan Bahasa Inggris.
Ni Nengah Widiasih akan berangkat ke George, Rusia, untuk kejuaraan Dunia Angkat Besi, sekaligus persiapan kejuaraan Paralimpiade di Paris, Prancis.
Indonesia mengirimkan 23 atlet untuk berlaga di Paralimpiade Tokyo 2020.
Jendi Pangabean dan Syuci Indriani, optimistis bisa memberikan penampilan terbaik saat tampil di multi ajang Paralimpade Tokyo 2020 yang digelar pada 25-31 Agustus 2021.
Wasekjen NPC untuk Paralimpiade Tokyo datang bersama enam atlet dan lima ofisial pendamping yang berasal dari tiga cabang olahraga (cabor) yakni balap sepeda, tenis meja dan renang
Melakoni pertandingan di Yoyogi National Stadium, Tokyo, Jepang, Fredy membantai wakil Korea Kyung Hwan Shin dalam pertandingan dua set langsung 21-8, 21-9.
Nomor yang diikuti Ratri yaitu ganda putri SL3-SU5 berpasangan dengan Khalimatus Sadiyah, tunggal putri SL4, dan ganda campuran SL3-SU5, berpasangan dengan Hary Susanto.
Ganda putri peringkat satu dunia itu unggul 21-9 dan 21-15 dalam pertarungan 24 menit di Yoyogi National Stadium, Tokyo, Sabtu (4/9).
Kabar baik itu diperoleh setelah Dheva mengalahkan Suryo dalam pertemuan di babak semifinal yang berlangsung di Yoyogi National Stadium, Tokyo, Sabtu (4/9).
Fredy terhenti di babak empat besar setelah dikalahkan Suhas Lalinakere Yathiraj dari India 21-9 dan 21-15 di Yoyogi National Stadium, Tokyo, Sabtu (4/9).
Dalam partai puncak, perjuangan Dheva dipatahkan Cheah Liek Hou dari Malaysia melalui pertarungan ketat dengan skor akhir 17-21, 15-21.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved