Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Budaya Antre yang sudah Mengakar

R-1
08/12/2019 23:00
Budaya Antre yang sudah Mengakar
Pevoli putri Filipina berusaha mengembalikan bola kearah lawan.(ANTARA FOTO/INASGOC/Iqbaluddin Ahmad)

ORANG sabar disayang Tuhan. Kalimat itu pasti terlontar dan ditujukan kepada siapa pun yang sedang dalam kondisi terburu-buru.

Di Filipina, sepertinya semua warganya disayang Tuhan. Di mana pun selalu akan terlihat orang dengan tenang sedang mengantre.

Apakah itu ketika menunggu bus, membeli makanan di restoran cepat saji, atau ketika hendak membayar barang belanjaan di toko swalayan. Pemandangan orang berbaris hingga mengular juga terlihat di Philsports Arena, Manila, kemarin.

Mereka yang tengah mengantre itu ialah warga Manila yang menggemari olahraga voli dan ingin menonton tim kesayangan mereka yang dijadwalkan melawan timnas voli putra Thailand di SEA Games 2019. Philsports Arena seperti diketahui jadi gelanggang pertandingan voli.

Saat diwawancarai Media Indonesia, seorang warga Manila yang sedang membeli tiket, Dennis Basilan, menjelaskan warga Filipina sudah diajari budaya antre sejak kecil baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah.

“Hal itu akhirnya jadi kebiasaan. Lagi pula, tidak akan menunggu seharian kan? Jadi, apa susahnya antre. Sembari menunggu, kan, bisa lihat media sosial di ponsel atau mengobrol dengan teman jika tidak sendiri,” ujar Basilan.

Ketika dijumpai, Basilan sebenarnya sudah menghabiskan waktu 30 menit menunggu untuk bisa masuk Philsports Arena. Selama dia antre untuk bisa beli tiket, pertandingan yang ingin dia saksikan sudah berlangsung hingga dua set. “Kalau ternyata saya bisa masuk ketika pertandingan sudah selesai, ya sudah, enggak apa-apa,” ujarnya tertawa.

Eva Calista, pelajar asal Indonesia yang sudah enam tahun di Filipina dan tengah duduk di bangku kuliah, mengatakan dirinya kaget ketika mengetahui warga Filipina anti-nyerobot. Awalnya, dia pikir yang rela antre hanya mereka yang berpendidikan atau yang tinggal di kota besar.

“Saya ambil contoh di Manila, banyak juga orang yang di kasta sosialnya ada di level bawah, tidak sekolah, bukan orang kaya, tapi mereka mau antre. Kalau di Jakarta misalnya, mereka yang antre kan yang pola pikirnya sudah modern,” ujar mahasiswi jurusan ilmu komunikasi itu. (R-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya