Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Ironi Manggala Agni, Bertaruh Nyawa Selamatkan Hutan dengan Peralatan Minim

Rudi Kurniawansyah
30/7/2025 21:13
Ironi Manggala Agni, Bertaruh Nyawa Selamatkan Hutan dengan Peralatan Minim
Petugas Manggala Agni wilayah Sumatra.(Dok. Istimewa)

Saban tahun setiap bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terjadi di Riau, nama Manggala Agni, yang merupakan petugas pemadam kebakaran hutan di bawah Kementerian Kehutanan ini selalu disebut-sebut. Bahkan, tokoh lingkungan nasional Prof. Emil Salim pernah menyebut Manggala Agni adalah ujung tombak dalam perang melawan Karhutla.

 

Pujian terhadap Manggala Agni memang tidak berlebihan, baik karena kemampuan maupun tugas berat yang disandang mereka. Saat bertugas, tidak jarang para petugas Manggala Agni harus berhari-hari tidak pulang karena berjibaku dengan api. Mereka harus terus menyisir lahan ratusan bahkan ribuan hektar untuk mencari titik api dan memastikannya padam.

 

Nyawa jelas menjadi taruhan. Bahkan sebelum itu pun, para petugas Manggala Agni sudah harus menghadapi berbagai risiko kesehatan, baik pernafasan hingga pengelihatan. Di sisi lain, meski status kepegawaian Manggala Agni sudah membaik, kondisi kerja masih cukup memprihatinkan.

 

Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan (Kabalai Dalkarhut) Sumatra, Ferdian Krisnanto kepada Media Indonesia bahwa status Manggala Agni sebelumnya pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) atau honorer dan tenaga lepas. Saat ini, sebagian mereka sudah berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

 

"Sudah lumayan bagus. Dulu kan kawan-kawan (Manggala Agni) ini PPNPN, saat ini sudah PPPK. Cuman memang ke depan perlu ditambah personel untuk regenerasi dan revitalisasi sarprasnya (sarana prasarana). Karena ancaman Karhutla itu kan tiap tahun pasti ada dan makin dinamis juga," kata Ferdian yang bertugas di tengah Karhutla di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau, Rabu (30/7).

 

Untuk wilayah Sumatra yang sangat luas, jumlah total personel Manggala Agni yang menjaga Sumatra hanya sebanyak 956 orang. "Personel saya saat ini 956 orang, untuk melaksanakan kegiatan di 10 Provinsi di Sumatra. Agar berat juga kalau sedang musim kebakaran berbarengan Riau, Sumut (Sumatra Utara), Jambi, dan Sumsel (Sumatra Selatan)," jelas Ferdian.

 

Menumpang Motor dan Sampan Warga

Mirisnya lagi, setiap kali masuk ke dalam pelosok hutan dan lokasi ekstrem, tim pemadam Manggala Agni harus menumpang sampan atau motor masyarakat. Bahkan, harus berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter mengangkut perlengkapan dan peralatan pemadam mulai dari mesin pompa air, selang, dan sebagainya yang sangat berat. Sangat disayangkan, pasukan elit ujung tombak Karhutla ini tidak didukung helikopter pengangkut orang dan barang dalam bertugas di dalam hutan.

 

"Tadi pagi kami masih dibantu warga dengan sampai mencapai lokasi. Kami sudah ada peralatan lengkap, namun memang karena operasi kami sebagian besar di lokasi yang ekstrem, peralatan kami perlu rutin direvitalisasi. Misalnya selang dan pompa, pada operasi panjang selalu butuh back-up supaya operasi tidak berhenti kalau ada yang rusak, langsung ganti tidak boleh jeda," tuturnya.

 

 

Penegakan Hukum Lemah, Kebakaran Berulang

Komandan Manggala Agni Daops Pekanbaru, Chaerul Parsaulian Ginting, kepada Media Indonesia mengaku banyak curahan hati teman-teman Manggala Agni yang cukup jengah dengan terulangnya terus kasus Karhutla setiap tahun namun penegakan hukum yang kurang jelas.

 

"Makanya kami juga yang di bawah banyak ngelus dada, kasus berulang, kami terus madam, tapi tak ada penyelesaian masalah tanahnya dan penegakan hukumnya," jelasnya.

 

Hal serupa dikatakan pakar lingkungan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau Elviriadi. Ia mengatakan belum ada kesungguhan dari pemerintah untuk pencegahan Karhutla sejak dari bagian hulu.

 

"Yang saban tahun terjadi itu hanya pemadaman api lahan terbakar. Seharusnya pencegahan dari hulu. Rehabilitasi lahan, pembasahan gambut, kemudian mitigas bencana Karhutla. Dan lakukan penanaman tanaman khas gambut seperti nanas, atau kopi ya. Contoh kopi liberika di Kabupaten Meranti. Jadi Riau bukan cuma sawit saja, kopi juga ramah lingkungan dan secara ekonomis juga baik bagi masyarakat Riau," ungkapnya. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya