Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
ANGGOTA Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti ketidaksesuaian data manifest penumpang dalam insiden tenggelamnya kapal motor penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya, di perairan Selat Bali, Kamis (3/7) dinihari lalu.
Menurut dia, ketidaksesuaian manifest tidak hanya menghambat proses pencarian dan evakuasi korban, tetapi juga menyulitkan pencairan klaim asuransi bagi keluarga korban yang tidak tercatat pada manifest. “Manifest yang tidak akurat membuat terhambatnya pencarian korban dan rumitnya proses klaim asuransi," ungkap BHS saat berkunjung ke Kantor ASDP Cabang Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (6/7).
Dia menyampaikan masalah itu berakar dari regulasi Keputusan Menteri Nomor KM 58 Tahun 2003.BHS yang juga anggota Baleg DPR RI ini mengatakan dalam ketentuan tarif angkutan penyeberangan saat ini, penumpang yang berada di dalam kendaraan tidak diwajibkan memiliki tiket secara individu. Akibatnya, banyak dari mereka tidak tercatat secara resmi dalam manifest kapal.
Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini mendorong Menteri Perhubungan untuk merevisi regulasi KM 58/2003 dan mengembalikan sistem satu penumpang kendaraan satu tiket guna memastikan keakuratan data manifest.
“Manifest itu penting dan menyangkut keselamatan publik karena pada saat kejadian kecelakaan, alat keselamatan kapal harus bisa mencukupi jumlah penumpang dan kru sebagai pelayan di transportasi laut,” katanya.
Selain itu, Kapoksi Komisi VII DPR RI ini meminta Menteri Perhubungan merealisasikan aspirasi operator transportasi yang menyampaikan bahwa perhitungan tarif saat ini masih menggunakan perhitungan biaya 2019.
"Ini yang mengakibatkan operator menemui ketidakmampuan menutup biaya operasional sesuai standarisasi keselamatan dan pelayanan minimum yang terdapat pada UU Pelayaran No 17/2008," jelasnya.
BHS pun menyoroti persoalan over dimension over loading (ODOL) sebagai salah satu faktor pemicu kecelakaan kapal penyeberangan KMP Tunu. "Harusnya truk ODOL bisa dicegah dengan pengenaan tarif berlipat pada tambahan berat ataupun panjang truk seperti diberlakukan di beberapa negara termasuk Jepang," katanya.
Di Jepang, ada kenaikan tarif secara progresif. Apabila ada penambahan berat 1 ton atau panjang truk 1 meter, tarif truk naik sekitar 50% dan penambahan 2 ton atau 2 meter panjang truk, tarif naik 100%. "Ini untuk mendorong truk yang menggunakan kapal penyeberangan tidak melakukan perubahan ukuran dan berat truk tidak di luar batas, yang bisa membahayakan stabilitas kapal dan daya apung," ucap BHS.
Terakhir, BHS menyerukan agar pencarian korban penumpang dan kru bisa ditingkatkan penyisirannya pada pantai dan daratan sepanjang Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Banyuwangi dengan melibatkan unsur BPBD wilayah setempat, nelayan, Basarnas, TNI, Polri, serta relawan sebagai unsur utama evakuasi.
"Juga perlu diusahakan penambahan tenaga trauma healing untuk keluarga korban dan korban yang selamat sehingga mereka tak mengalami kesedihan dan trauma yang panjang,” pungkasnya. (H-2)
JASA Raharja mendampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka meninjau langsung proses penanganan korban kecelakaan kapal KMP Tunu Pratama Jaya
Data hidrografi yang diambil saat ini sedang diolah dan KRI Fanildo akan menuju lokasi untuk menurunkan ROV (Remotely Operated Vehicle).
Hal yang perlu diinvestigasi yakni umur kapal, kapan terkahir naik dok untuk perbaikan atau maintenance, ada kemungkinan pompa mengalami kerusakan dan pompa tidak ada cadangan.
Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya harus menjadi peringatan serius bagi sektor transportasi laut, terutama di jalur Ketapang-Gilimanuk.
Operasi ini dilanjutkan pada Jumat (4/7) dengan dukungan kapal utama KN SAR Arjuna 229.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved