Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MAHASISWA Universitas Syiah (USK) dan Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Aceh, mengikuti kuliah lapangan di lereng gunung berapi Seulawah Agam. Lokasinya persis di Desa Iboeh Tunong, Kemukiman Seulimeum, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar.
Edukasi lapangan tentang tanah ulayat dan hukum adat itu digelar bersamaan dengan bakti sosial para dosen dan akademika dari kampus USK dan UIN. Lalu berkat kerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) USK, Pusat Riset Kehutanan USK, Fakultas Hukum Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry dan Majelis Adat (MAA) Kabupaten ini Aceh Besar.
Sedikitnya ada 71 ada mahasiswa/mahasiswi yang mengikuti program kuliah mempelajari hukum adat dan menggenali tanah ulayat yang dikelola masyakat hukum adat Mukim Seulimeum itu. Para mahasiswa itu adalah dari Fakultas Hukum USK, Fisip USK dan Jurusan Kehutanan USK. Lalu dari Fakultas Syariah dan Fakultas Ilmu Hukum UIN Ar-Raniry Aceh.
"Bukan saja mahasiswa, ada juga dosen Fakultas Hukum, Fakultas Pendidikan dan Keguruan serta Dosen Fakultas Pertanian" tutur Teuku Muttaqin Mansur, Ketua Panitia Penyelenggara, kepada Media Indonesia, Senin (24/2).
Teuku Muttaqin Mansur yang juga Dosen Hukum Adat USK mengatakan, untuk tahap awal, yakni Minggu (23/2) lalu, pihaknya juga telah menanam 300 pohon durian, patai, pinang, mahoni, dan lainnya. Itu merupakan bantuan BPDAS Aceh dan ditanami pada lahan produkduktif, lalu dibagikan juga kepada masyarakat setempat.
Di lokasi itu para dosen tentu melakukan edukasi mahasiswa terkait keberadaan dan kedudukan tanah ulayat. Harapannya mahasiswa asal Aceh dan dari luar daerah memahami kekuatan hukum tanah ulayat yang Dikuasai kolektif oleh masyrakat hukum ada di kemukiman Seulimeum.
"Tanah ulayat ini yang pertama di Aceh yaitu 16 ha di Kemukiman Seulimeum dan di Gampong Siem, Krueng Kale. Keduanya di Kabupaten Aceh Besar," tambah Teuku Muttaqin.
Kepala Pusat Riset Hukum, Islam dan Adat (PRHIA) Universitas Syiah Kuala (USK) Prof Azhari Yahya mengatakan, keberadaan ditengah masyarakat hukum ada termasuk sangat jarang. Biasanya mahasiswa belajar teori di ruang kelas bersama dosen.
Tapi kini langsung turun ke lapangan dan menghadapi perangkat adat. Dengan cara ini para mahasiswa dan mahasiswi bisa mendapatkan langsung pengetahuan dari sumber asli atau pelaku di lapangan.
"Ini pengalaman berharga untuk mahasiswa belajar langsung pada perangkat adat. Berkat berkolaborasi dengan banyak pihak, PRHIA telah berkontribusi nyata melakukan riset dan pendampingan dalam percepatan lahirnya tanah ulayat di Aceh," tambah Azhari. (MR/E-4)
Tanah ulayat bukan hanya sekedar aset fisik tetapi juga merupakan bagian integral dari identitas adat dan sejarah masyarakat.
Warga Ulayat Rendubutowe, Kabupaten Nagekeo, NTT, mengirimkan surat protes ke Menteri Agraria Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk meminta ganti rugi tanahnya.
Permintaan ini didasari dua alasan; pertama karena Bandar Udara Bilorai di Sugapa Intan Jaya masih merupakan bandara milik misi Katolik dan masyarakat pemegang ulayat.
Penyerahan sertifikat tanah ulayat di Papua ini merupakan yang kedua setelah di Sumatra Barat.
UNIVERSITAS Syiah Kuala (USK) bekerjasama dengan Kementerian ATR/BPN RI, merilis hasil riset inventarisasi, identifikasi tanah ulayat dan komunal yang berada di Provinsi Aceh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved