Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KEMARAU panjang diprediksi akan terjadi Tanah Air mulai Agustus mendatang sebagai dampak el nino. Untuk itu masyarakat diimbau mulai melakukan diversifikasi makanan pokok demi penghematan.
"Saya mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia mulai memahami bahwa kita makan nasi terlalu banyak seperti era Jepang, 40 tahun lalu," kata Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko pada HUT Ke-50 HKTI, Rabu (7/6).
Baca juga: Musim Kemarau, 29 Daerah di Cirebon Rawan Kekeringan
Menurutnya masyarakat harus dapat membiasakan pengurangan konsumsi nasi. Karena konsumsi nasi masyarakat saat ini sangat berlebihan. Padahal lahan padi tahun demi tahun berkurang. Untuk itu masyarakat harus berusaha berhemat, demi keseimbangan suplai dan demand padi.
"Saya pikir kita semua mulai berusaha berhematlah dan mulai kurangi nasi agar seimbabg antara suplai dan permintaan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi sumber karbohidrat lain seperti sorgum, sagu, ubi dan sejenisnya."
Dia menyebutkan sebenarnya ada banyak bahan pangan yang dapat menggantikan nasi yang saat ini menjadi makanan populer masyarakat. "Mari kita gali bersama. Ingat pertumbuhan populasi manusia bertambah banyak. Namun ladang sawah semakin berkurang, sehinga ada celah di situ," katanya.
Untuk antisipasi dampak el nino, HKTI gencar melakukan sosialisasi. Sekaligus mengembangkan komoditas lain yang dapat digunakan sebagai diversifikasi nasi, seperti sorgum.
"Kita berusaha hadapi el nino. Ada tanaman lain yang bisa kita maksimalkan seperti sorgum. Sejak dulu masyarakat Indonesia sebenarnya tahu sorgum tapi terlupakan. karena itu kita perlu bangkitkan lagi," ujarnya. (RO/A-1)
BMKG memperingatkan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, meskipun musim kemarau secara klimatologis telah dimulai.
Di kawasan pegunungan dan dataran tinggi, bahkan pada malam hingga pagi hari suhu udara dapat mencapai di bawah 14 derajat celcius.
Ketidakteraturan atmosfer memicu kemunduran musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, memunculkan cuaca ekstrem yang terus berlanjut.
BMKG menegaskan fenomena cuaca dingin di Indonesia bukan disebabkan Aphelion, melainkan Monsun Dingin Australia dan musim kemarau.
Di musim kemarun ini, BPBD mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak membuka kebun dengan cara membakar hutan dan lahan.
SEBANYAK 10,25 hektare lahan pertanian di Tanah Datar terdampak kekeringan, dan 5,25 hektare di antaranya sudah dinyatakan puso atau gagal panen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved