DAMPAK perubahan iklim yang bersifat kompleks dan holistik, sudah saatnya menjadi prioritas penanganan Pemerintah.
Tidak bisa menunggu lama, isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sudah saatnya menjadi tanggung jawab semua pihak dan pemerintah mengambil peran sebagai penggerak.
Hal tersebut disampaikan direktur LSM Barakat, Benediktus Bedil, Kamis (9/3/2023) di Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nus Tenggara Timur.
Menurut Benediktus, perubahan iklim saat ini telah berubah menjadi krisis iklim yang membutuhkan mitigasi dan adaptasi yang cepat.
Ia mengritisi adanya program kedelai yang terkesan dipaksakan kepada para petani di Kabupaten Lembata.
"Kedelai biasa di budidaya di Jawa. Sedangkan Lembata cocok dengan tanaman kacang-kacangan lain. Apakah ini cara Pemerintah menghilangkan kami punya kacang-kacangan? Karena itu, saya melihat program di bidang pertanian hanyalah Project oriented," ungkap Benediktus.
Ia menyerukan kepada para pejuang iklim untuk bersuara kepada pengambil kebijakan untuk menempatkan orang dalam berbagai kebijakan publik atau people oriented bukan project oriented.
Barakat Sendiri berupaya membicarakan proses percepatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, salah satunya melalui hearing kepada DPRD dan Pemerintah serta proposal kepada berbagai pihak.
Sementara itu Petrus Pulang, Akademisi dan peneliti lingkungan menjelaskan, dampak perubahan iklim bersifat kompleks dan holistik. Kini sudah terjadi krisis iklim. Karena itu dibutuhkan mainstreaming isu perubahan iklim.
Piter Pulang mengingatkan, dampak perubahan iklim antara lain, terganggunya Ketahanan pangan, gagal panen dan menurunnya tingkat produksi.
Perubahan iklim juga berdampak kenaikan air permukaan laut, banjir, badai, kerusakan ekosistem, terancamnya habitat penting, Cuaca ekstrim dan ancaman berbagai macam penyakit di sektor kesehatan. (N-3)
Baca Juga: Kebutuhan Dasar Korban Longsor Natuna Dijamin BNPB Terpenuhi