MONUMEN Brigjen Anton Enga Tifaona, Jumat (27/1) siang, diresmikan. Brigjen Anton merupakan tokoh yang diajukan untuk ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional asal Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Peresmian monumen mantan Pejabat Kepolisian Republik Indonesia itu,
ditandai pengguntingan pita, penandatangan prasasti dan penekanan tombol sirene oleh Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa serta Ketua Yayasan Anton Enga Tifaona, Bernard Tifaona, putra almarhum.
Usai penandatanganan prasasti, Ketua Yayasan Anton Enga Tifaona,
Bernard Tifaona menyerahkan sertifikat tanah area monumen atau patung
kepada Pemerintah Kabupaten Lembata yang diterima Marsianus.
Hadir dalam kesempatan itu, Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang.
Uskup Turang juga memimpin misa syukur di Gereja Wangatoa atas
diresmikan monumen Anton Enga Tifaona yang dibangun di Simpang Lima
Wangatoa, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.
Hadir pula, Wakapolda NTT, Brigjen Heri Sulistyo, Dandim 1624
Flotim Lembata Letkol Inf Tunggul Jati, Ketua DPRD Provinsi Nusa
Tenggara Timur Emilia Julia Nomleni, Anggota DPRD Provinsi NTT Alexander Take Ofong, Viktor Mado Watun dan Yohanes De Rosari.
Tampak hadir pula Raja Larantuka Don Tinus DVG, Ketua DPRD Lembata, Petrus serta tamu undangan.
Alexander Tifaona mengatakan, pihaknya telah menggelontorkan anggaran senilai Rp2 miliar membangun monumen tersebut. "Dana dikumpulkan dari donatur yang setia membantu dan mendukung proses pengajuan almarhum untuk ditetapkan sebagai salah satu pahlawan Nasional."
Ia menyebut, proses pengajuan almarhum Brigjen Anton Enga Tifaona
menjadi salah satu Pahlawan Nasional sudah pada tahapan pengajuan ke
pemerintah provinsi, sebab urusan di kabupaten sudah rampung. Setelah merampungkan proses di Provinsi, kemudian berlanjut ke pusat.
Sebelum meresmikan Monumen Brigjen Anton Enga Tifaona, Penjabat Bupati
Lembata, Marsianus mengatakan, almarhum Brigjen anton Enga adalah
tokoh inspiratif.
"Mari generasi dan kita yang ada di Lewotanah ini, belajar seperti
almahrum menjadi inspiratif dalam Lingkungan kita. Beri kontribusi
kepada siapapun, pada orang sekecil apapun di sekitar kita. Kedua,
kerendahan hati dan kesederhanaan. Bagaimna almahrum menunjukan
dedikasinya untuk Negara dan juga untuk gereja. Ini yang mesti menjadi
teladan kita di daerah ini. Saya kepingin tempat ini menjadi tempat yang begitu luar biasa, tidak sekedar biasa biasa saja. Saya ingin tempat ini menjadi ikon kota Lewoleba," paparnya.
Brigjen Anton dalam kenangan
Sementara itu, Brigjen Purnawirawan Simanungkalit, dalam
testimoninya mengatakan, Brigjen Anton Enga Tifaona adalah orang kedua
setelah Jenderal Imam Santoso Hugeng. Sebagai polisi, ia tidak
mau menerima uang suap.
"Ia adalah sosok Polisi tegas dan kepada anggota, selalu memberikan
nasehat seperti guru," paparnya.
Tahun 1971, Almahrum Anton Enga Tifaona pernah ditempatkan sebagai
Kepala Staf Kornair dua, berkedudukan di Pontianak. Wilayah kerjanya di
seluruh pontianak, Sampit, Banjarmasin Kalimantan, sebagai Kepala Staf.
Saat itu, beliau berpangkat Komisaris Polisi.
"Saya, bersama istri bertugas ke sana. Sampai di Martapura, Komisaris
Polisi datang, saya disambut oleh Komisaris Polisi. Beliau langsung
perkenalkan diri, saya Komandan di sini. Beliau komandan yang sangat saya hormati sampai kepada akhir hayat hidupnya," tandasnya.
Tahun 1973, dia mengaku ditunjuk untuk menjadi komandan subairud, di Nunukan berbatasan dengan Malaysia. "Saat itu saya bersama anggota menangkap sebuah kapal penyelundup yang akan menyelundupkan kayu dari Sebatik. Sebatik itu separoh Indonesia, separuhnya Malaysia. Kami tangkap dan langsung perintahnya tidak lama lama. Karena biasanya
kasus ditangani menunggu komandan dihubungi orang dulu."
Sang komandan memerintahkan untuk menyerahkan pelaku dan barang bukti kepada Pengadilan. "Kami sita kapalnya untuk dipakai oleh Kosps Airud Nunukan, untuk Patroli. Kami juga menangkap kapal dari Malaysia dan langsung diperintahkan untuk langsung diserahkan kepada bea cukai." (N-2)