KEKELIRUAN Kementerian, Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang penjelasan konsep ketuhanan dan trinitas dalam agama Kristen pada buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ramai diperbincangkan.
Hingga kini, pihak Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Kudus menanti langkah Kemendikbudristek perihal kesalahan buku tersebut. Mereka juga mulai melakukan penarikan buku mata pelajaran PPKn tersebut dari siswa.
Seperti yang terjadi di SMP Kanisius Kudus. Mengetahui adanya kekeliruan tersebut, pihak sekolah mulai melakukan penarikan terhadap 59 buku mata pelajaran PPKn kelas VII SMP yang sudah terlanjut beredar.
"Pada awalnya guru mata pelajaran PPKn sedang menyiapkan materi pembelajaran, setelah mengecek buku tersebut diketahui halaman 78-79 tentang kebinekaan Indonesia, ada penjelasan tentang agama Kristen Protestan dan Katolik. Itu tidak sesuai dengan apa yang diyakini penganut Kristen Katolik dan Kristen Protestan terkait konsep tritunggal atau trinitas," kata Kepala Sekolah SMP Kanisius Kudus, Herry Christanto, kepada Media Indonesia, Rabu (3/8).
Baca juga: Polda Kalteng Bentuk Satgas Khusus Berantas Mafia Tanah
Herry menambahkan, pihaknya kemudian mengambil tindakan lebih lanjut dengan mengumumkan penarikan kembali buku tersebut dari siswa dengan alasan akan dikoreksi lebih lanjut. Untuk sementara, proses pembelajaran mata pelajaran PPKn itu diisi oleh materi dari guru. Padahal, buku tersebut diterbitkan oleh Kemendikbudristek dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM).
"Hingga kini sudah terkumpul di perpustakaan sebanyak 30 buku, sisanya 29 masih pada siswa. Kami akan segera kumpulkan buku itu, sementara anak-anak pembelajaran dari materi guru sendiri. Hal itu agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan," jelasnya.
Meski telah ramai mengenai kekeliruan pada buku PPKn, hingga kini pihak sekolah belum mendapat informasi lebih lanjut terkait tindakan Kemendikbudristek untuk buku PPkn tersebut.
"Bagaimana Kemendikbud(ristek) kok bisa meloloskan ini sebagai buku baca anak, beruntung ketahuan, ini kan bahan baca untuk anak," terangnya.
Meski begitu, Kepala Sekolah SMP Kanisius menganggap kekeliruan tersebut sebagai perihal yang tidak disengaja pihak penerbit buku tersebut. Pihaknya berharap agar pengganti dari buku yang ada, dengan konsep yang sesuai baik dari konsep pengarah atau kementerian bisa melakukan kroscek dahulu pihak terkait.
"Paling tidak konfirmasi ke kalangan-kalangan kayakinan mungkin lembaga keagamaan bisa memastikan sebelum disalurkan menjadi bahan ajar. Semoga ini jadi kontrol ke depannya," harapnya. (OL-16)