Kota Malang Kini Miliki Rumah Restorative Justice

Bagus Suryo
15/3/2022 19:32
Kota Malang Kini Miliki Rumah Restorative Justice
Wali Kota Malang Sutiaji meluncurkan rumah keadilan restoratif bersama Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang(Humas Pemkot Malang)

KOTA Malang kini memiliki rumah restorative justice di kantor Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kecamatan Klojen. Keberadaan rumah itu guna memudahkan penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan.

Wali Kota Malang Sutiaji meluncurkan rumah keadilan restoratif bersama Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang, Selasa (15/3).

Program rumah yang dikembangkan Kejaksaan Agung itu untuk memudahkan penyelesaian perkara dengan mengutamakan mediasi antara pelaku dengan korban. Dengan demikian, penyelesaian mengedepankan hukum yang adil, tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang dan berpegang teguh pada hati nurani serta kearifan lokal.

"Harapannya melalui pendekatan kultural dan adat. Pendekatan local wisdom ini dapat memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana, yang mudah-mudahan tidak masuk pada ranah hukum," kata Sutiaji.

Ia berharap ke depannya penyelesaian perkara di masyarakat bisa melalui mediasi demi asas keadilan.

"Penerapannya ada tokoh masyarakat yang menimbang benar tidaknya, serta memastikan tidak ada intervensi dan penekanan kepada korban," ujarnya.

Baca juga: Desa Sekancing Diresmikan Sebagai Kampung Restorative Justice

Tokoh masyarakat dihadirkan sebagai penengah dalam pemusyawaratan. Termasuk dari kelompok keluarga, korban dan pelaku tuntas menyelesaikan masalah. Kendati Kota Malang sudah memiliki rumah restorative justice, masyarakat diminta tidak menyepelekan hukum.

Sementara itu, Kajari Kota Malang Zuhandi menjelaskan keberadaan rumah restorative justice ini diharapkan dapat mengubah paradigma masyarakat dalam memandang hukum.

"Ini bisa mengubah paradigma masyarakat, bahwa semua perkara tidak harus diselesaikan dengan proses peradilan," tuturnya.

Tentunya dengan melibatkan semua pihak. Baik tersangka, korban, keluarga tersangka dan melibatkan tokoh masyarakat atau tokoh agama. Namun, tidak semua perkara dapat diselesaikan melalui jalur restorative justice. Sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, persyaratan proses restorative justice di antaranya pelaku melanggar hukum yang pertama kali atau bukan perbuatan pengulangan. Ancaman hukuman kurang dari lima tahun dan kerugian korban tidak lebih dari Rp3 juta.(OL-5)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya