Komisioner KPU dan Bawaslu Sebaiknya Dipilih Presiden

Cahya Mulyana
21/2/2022 00:00
Komisioner KPU dan Bawaslu Sebaiknya Dipilih Presiden
Komisi Pemilihan Umum(DOK MI)

TERSEBAR luas nama calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) disebut sudah disepakati partai-partai di DPR sebelum proses pemilihan. Stigma pimpinan dua lembaga itu ditumpangi kepentingan politik pun semakin menguat.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pun menyarankan pemilihan komisioner KPU-Bawaslu harus diubah. Prosesnya jangan lagi melalui kesepakatan politik lewat DPR.

"Lebih baik ke depannya, Presiden langsung mengusulkan tujuh dan lima nama anggota KPU dan Bawaslu kepada DPR," katanya kepada Media Indonesia, Minggu (20/2).

Ia mengatakan saat ini poses seleksi yang memberikan kewenangan pada DPR untuk menentukan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu. Akibatnya memicu interaksi dan lobi-lobi politik antara calon dan partai-partai parlemen. "Banyak yang menghaluskannya dengan istilah bagian dari komunikasi politik, padahal jelas hal itu adalah bagian dari lobi," terangnya.

Akan tetapi, lanjut dia, semestinya DPR tetap menempatkan prosedur uji kelayakan dan kepatutan sebagai penentu akhir keterpilihan calon. Bukan hanya sebagai bentuk penghargaan pada ikhtiar para calon, namun juga bentuk akuntabilitas pada publik untuk memperlakukan setiap calon secara adil dan bertanggung jawab.

Karena itu, kata Titi, memutuskan nama-nama terpilih sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan merupakan sikap yang sangat tidak etis serta membuat waktu, tenaga dan energi terbuang cuma-cuma.

"Para calon pun dirugikan, termasuk mereka yang terpilih karena mendapat stigma menjadi bagian dari kesepakatan politik DPR tersebut. Padahal mereka punya kompetensi dan rekam jejak baik untuk terpilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu," paparnya.

Kalau memang seperti itu, Titi mendorong mekanisme seleksi KPU dan Bawaslu diubah dengan ditentukan Presiden. Selanjutnya DPR hanya perlu menyarankan menyetujui atau menolak nama-nama yang diusulkan.

"Kalau DPR menolak, maka presiden diminta mengirimkan nama-nama pengganti, sebaliknya kalau DPR menyetujui maka langsung bisa ditetapkan. Dengan demikian sikap presiden dan DPR bisa lebih tegas dibaca oleh publik tanpa harus banyak melalukan akrobat politik yang justru membuat kecurigaan publik," pungkasnya. (OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya