HARGA kedelai yang tidak stabil membuat perajin tempe di sentra industri tempe Sanan, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, semakin terpuruk. Kondisi diperparah dengan kelangkaan minyak goreng dan melonjaknya harga tepung kanji serta tepung beras.
"Perekonomian kami terhambat kerena sepi pembeli, karena minyak goreng langka di pasaran. Harga sempat turun saat diumumkan pemerintah, tapi kondisi harga naik lagi justru sulit dicari di pasaran," kata perajin keripik tempe di sentra industri tempe Sanan, Kota Malang, Laili Afida, Jumat (18/2).
Perajin keripik tempe Kiky itu mengungkapkan persoalan harga minyak yang melambung belum kelar lalu kini barang tersebut minim di pasaran. Ditambah, harga kedelai menyusul naik dari semula Rp9.500 per kg menjadi Rp11 ribu per kg.
Para perajin pun kelimpungan, mereka harus bersusah payah membeli minyak goreng dan mencari cara mempertahankan usaha di tengah harga kedelai yang tidak stabil. Keadaan semakin parah apalagi saat ini ditetapkan PPKM Level 3 yang imbasnya membuat sepi pembeli.
"Selain minyak goreng dan kedelai, harga tepung kanji naik menjadi Rp10.500 per kg sebelumnya Rp8.000. Tepung beras naik dari Rp105.000 per kg menjadi Rp110.000," ujarnya.
Baca juga: Benih Kedelai di Jampang Kulon Mulai Diuji Coba
Bahkan, harga plastik ikut terkerek semula Rp35.000 per kg menjadi Rp38.000 per kg. Kenaikan semua harga bahan baku itu kian memberatkan perajin. Di sisi lain, belum ada bantuan yang meringankan para perajin.
Perajin keripik tempe lainnya, Reni Kurniawati, mengatakan yang bisa dilakukan para produsen tempe hanya berusaha menjaga kelangsungan usaha agar tidak tutup. Namun, mereka tidak mengetahui sampai kapan mampu bertahan.
"Kami mulai mengurangi produksi dari 6 alir sampai 7 alir menjadi 4 alir per hari. Per alirnya sekitar 5-6 kg keripik tempe lalu dikemas menjadi 300 bungkus keripik tempe atau dijual Rp50.000 per kg keripik," tuturnya.
Sementara itu, perajin tempe Sunyoto memahami kenaikan harga kedelai ini secara wajar meski merasakan perkembangan harga kurang stabil.
"Ini biasa saja karena sudah pekerjaannya. Yang saya lakukan mengurangi produksi sekitar 10-20 kg per hari dari kapasitas produksi 80 kg per hari," katanya.
Tempe yang ia produksi dijual ke pasar rakyat Rp20.000 per lonjor ukuran 48 sentimeter.(OL-5)