Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Lamang, Makanan Suci Suku Dayak Meratus

Denny S
05/9/2021 13:45
Lamang, Makanan Suci Suku Dayak Meratus
Lamang makanan khas suku dayak yang disajikan saat kegiatan aruh.(MI/Denny S)

BEBERAPA waktu lalu masyarakat Suku Dayak Meratus di Desa Kiyu, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sedang mempersiapkan pagelaran aruh (ritual adat) Bawanang atau Aruh Ganal. Aruh Bawanang merupakan upacara puncak dari siklus bercocok tanam menandakan ungkapan rasa syukur atas hasil panen ladang (huma) warga.

Dalam setiap acara aruh, selalu ada sajian khusus berupa Lamang.  Lamang merupakan makanan khas warga Suku Dayak Meratus berupa beras ketan yang dimasak di dalam bambu. "Proses pembuatan Lamang ini disebut Malamang," ujar Jarkasi, tokoh adat Desa Kiyu.

Biasanya kaum hawa suku dayak yang menyiapkan beras ketan hasil panen sebagai bahan baku. Sementara kaum pria mencari bambu sebagai wadah memasak beras ketan. Bambu yang dipakai adalah bambu pilihan yaitu bambu tipis dan masih muda. Pemilihan bambu akan berpengaruh pada tingkat kematangan dan rasa lamang.

Hal serupa dikemukakan Reza, tokoh pemuda pengurus Pokdarwis Dusun Papagaran, Desa Patikalain. Malamang merupakan budaya masyarakat suku dayak meratus. Beras ketan yang sudah dicuci dimasukkan dalam batang bambu sesuai ukuran dengan dilapisi daun aren atau daun pisang.

Menurutnya tidak ada ritual khusus dalam memasak Lamang tetapi Lamang menjadi sajian khusus dalam setiap aruh masyarakat Suku Dayak. Biasanya ada beberapa  Lamang yang dibuat khusus sebagai bagian pelengkap ritual aruh bersama sesajian lainnya.

Seperti halnya padi yang dianggap suci, Lamang diriwayatkan sebagai makanan persembahan bagi leluhur. Pada perkembangannya lamang tidak hanya dibuat saat gelaran aruh atau pesta adat tetapi pada acara lainnya seperti perkawinan.

Bahkan Lamang juga kerap dibuat dan disajikan tidak hanya oleh masyarakat adat, tetapi juga masyarakat Banjar pada umumnya dan banyak dijual di pasar-pasar tradisional sebagai oleh-oleh.

Abdul Hadi, Kepala Adat Kecamatan Hantakan mengatakan dalam satu tahun setidaknya ada lima kali aruh adat yang terkait kegiatan bercocok tanam dilaksanakan suku dayak Meratus. Yaitu aruh saat akan memulai bercocok tanam (manugal) yang dilaksanakan di ladang (pahumaan).

Kemudian Aruh Plas Umbang (Basambu) prosesi tolak bala agar tanaman tidak terkena bencana atau hama. Setelah panen ada Aruh Bawanang atau sering juga disebut aruh ganal, ini merupakan upacara puncak dari siklus bercocok tanam menandakan ungkapan syukur hasil panen penduduk. Serta Aruh Pisit Padi atau aruh penutup siklus bercocok tanam, penyimpanan padi ke lumbung sekaligus menghadapi musim tanam berikutnya.

Selain itu adapula Aruh Bawanang kedua dengan skala lebih besar bisa memakan waktu satu minggu hingga satu bulan, yaitu upacara untuk memulai musim tanam.  "Dalam setiap kegiatan aruh maupun kegiatan adat lainnya, selalu disajikan Lamang sebagai makanan khas suku dayak Meratus," ungkap Abdul Hadi.

Dalam aruh setiap pengunjung aruh termasuk wisatawan akan disuguhkan lamang sekaligus dibekali untuk oleh-oleh selain beras hasil panen warga sebagai penghormatan kepada para tamu. (DY/OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya