Pekerja Migran Asal Sulsel Masih Banyak yang Ilegal

Lina Herlina
14/6/2021 14:22
Pekerja Migran Asal Sulsel Masih Banyak yang Ilegal
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI, Benny Rhamdani.(MI/Arnold)

KEPALA Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI, Benny Rhamdani, mengatakan dalam lima tahun terakhir, Sulawesi Selatan termasuk ke dalam 15 besar provinsi dengan penyumbang Pekerja Migran Indonesia (PMI) terbanyak.

Dia juga menyebutkan, ribuan pekerja migran asal Sulawesi Selatan disebut banyak yang ilegal. Jumlahnya hingga ribuan tiap tahun.

"Rata-rata penempatan per tahun adalah 907 orang. Itu terdata secara resmi. Namun, lebih banyak yang ilegal. Bahkan ribuan per tahunnya dikirim oleh calo," sebut Benny.

"Jadi kalau kita punya data per tahun 907 orang, maka dua kali lipatnya itu ilegal. Bahkan bisa tiga kali lipatnya. Sekitar 1.800 orang yang ilegal saat ini," sambung Benny di kantor Gubernur Sulsel, Senin (14/6).

Karena banyak yang ilegal, pihaknya menerima aduan oleh pekerja tiap tahun. Ada terkait kasus penyelundupan orang, meninggal, gaji tidak dibayar, ingin dipulangkan, dan tidak punya ongkos pulang.

"Data pengaduan itu lumayan banyak. Tahun 2016 ada 35 kasus, 2017 ada 34, 2018 ada 82 kasus, 2019 ada 73 kasus dan 2020 ada 34 kasus," ungkap Benny.

Jika ditotal ada 4.535 orang Sulsel yang menjadi PMI secara legal atau resmi. Pada tahun 2016 pihaknya mencatat ada 982 PMI asal Sulsel. Kemudian tahun 2017 ada 1.113 orang, tahun 2018 ada 1.083, 2019 ada 1.074 dan tahun 2020 merosot menjadi 283 orang.

"Rata-rata warga Sulsel ini ke Malaysia, Arab Saudi, Papua Nugini, Hongkong dan Taiwan," ujarnya.

Para PMI tersebut berasal dari Gowa, Bantaeng, Jeneponto, Pinrang dan Bulukumba. Mereka mengadu nasib menjadi plantation worker, agricultural labour, housemaid, worker dan operator.

Benny mengakui jalur konvensional atau ilegal masih menjadi pilihan para pekerja migran yang ingin keluar negeri. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki dokumen kelengkapan serta tidak memenuhi syarat, seperti dari segi kesehatan.

"Mereka merasa yang penting dapat kerjaan. Apalagi tidak memenuhi syarat seperti kesehatan dan dokumen. Mereka tidak pikir soal asuransi saat terjadi musibah atau ancaman deportasi," tambahnya.

"Makanya kami terus sosialisasikan soal UU 18 tahun 2017. Setidaknya pemerintah di Provinsi bisa bikin Perda untuk perlindungan tenaga kerja kita. Saat ini baru Jawa Timur yang punya," sambung Benny.

Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi menambahkan masalah pekerja migran saat ini seolah dibebankan hanya ke BP2MI saja. Belum lagi tidak adanya dukungan anggaran oleh pemerintah.

"Pemerintah pusat harus memberi perhatian yang lebih ke BP2MI. Bayangkan, masa pagu indikatifnya tahun ini hanya Rp320 miliar. Itu mau bikin apa? Sementara pekerja migran ini ada di seluruh dunia. Kita sudah usulkan di komisi IX agar naik dua kali lipat," tutup Ashabul. (LN/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya