Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PENGAMAT birokrasi dan kebijakan publik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW), Nova Andika, menilai persoalan di PDIP, terutama di PDIP Jawa Tengah saat ini hanya dinamika politik. Karena itu tidak perlu dibesar-besarkan.
Lagipula PDIP belum mengeluarkan kebijakan apapun, termasuk soal capres untuk pilpres 2024 mendatang. Persoalannya kata dia, hanya masalah miskomunikasi.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan, kata dia, merasa Ganjar Pranowo menilai dirinya terlalu tinggi, sering abai terhadap kepemimpinan DPD dan merasa hanya Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri yang berhak menegurnya. Padahal, DPD PDIP Jateng-lah yang selama ini komit memperjuangkan Ganjar sehingga terpilih menjadi gubernur pada 2013, dan terpilih lagi untuk kedua kalinya pada 2018. "Saya kira hanya masalah miskomunikasi," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Ganjar akan Kehilangan Tiket dari PDIP di Bursa Pilpres
Sebelumnya diberitakan bahwa DPD PDIP Jawa Tengah tidak mengundang kader dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam acara Pembukaan Pameran Foto Esai Marhaen dan Foto Bangunan Cagar Budaya di Panti Marhaen, Semarang, Jumat (22/5) lalu, yang dihadiri Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR RI Puan Maharani. Hal itu itu sontak memantik kontroversi di tengah masyarakat. Apalagi kemudian diberitakan pula bahwa Ganjar menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta.
“Sepengetahuan saya, DPD PDIP Jateng merasa sudah berjuang sekuat tenaga untuk mengerek pasangan Ganjar-Heru Sudjatmoko pada Pilgub 2013, dari elektabilitas hanya 3%. Karena itu kemudian muncul kekecewaan. Sebenarnya hal itu bisa dibicarakan,” kata Nova, dalam keterangan rilis persnya.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah. Ia menilai sebenarnya persoalan itu hal biasa. Secara pribadi, dia menilai Puan Maharani sebenarnya lebih potensial didukung PDIP sebagai calon presiden atau Capres 2024 ketimbang Ganjar Pranowo.
"Dari struktur Parpol, Puan memang lebih potensial didukung dibanding Ganjar Pranowo," kata Dedi.
Dedi menambahkan, pergerakan popularitas dan elektabilitas masih sangat dinamis. Dalam catatan lembaganya, popularitas Ganjar memang masih di atas Puan. Namun, berdasarkan asumsi Pilpres 2024, Puan masih punya cukup waktu untuk memupuk popularitas mengejar Gubernur Jawa Tengah itu.
Dedi menunjuk kekuatan utama Puan Maharani, yakni hingga saat ini masih satu-satunya politisi perempuan yang paling berpeluang terusung di tengah ramainya tokoh laki-laki. "Sehingga ceruk pemilih kaum perempuan juga lebih mudah ditarik," kata dia.
Selain itu, akses politik yang dimiliki Puan sebenarnya jauh lebih besar dari Ganjar yang hanya mencakup Jawa Tengah. Namun itu smeau tergantung dari Puan sendiri untuk memanfaatkan posisintya.
“Puan bisa mencakup seluruh Indonesia sebagai Ketua DPR dan Ketua PDIP. Dua posisi Puan tersebut tak dimiliki Ganjar,” ujar Dedi. (Ant/A-1)
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar pengujian norma keterwakilan perempuan yang terdapat dalam UU MD3.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
Puan mengatakan pimpinan partai politik juga akan membahas putusan MK terkait pemisahan pemilu. Setelah itu, kata ia, pimpinan partai politik akan memberikan pandangan dan sikap bersama.
Tiga lembaga yang menduduki tingkat kepercayaan terendah dari 15 daftar lembaga ditempati oleh partai politik (parpol), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan DPR RI.
Walaupun popularitasnya belum menjadi yang pertama, Partai Gerindra justru meraih hasil tertinggi dari segi elektabilitas.
Peluang Jokowi jadi caketum tentu tidak besar. Karena memang tidak sesuai dengan ideologi PPP. Namun peluang itu akan terbuka bila PPP berubah ideologi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved