Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pemprov Jawa Barat Lanjutkan Pembangunan TPPAS Lulut Nambo

Bayu Anggoro
23/3/2021 22:40
Pemprov Jawa Barat Lanjutkan Pembangunan TPPAS Lulut Nambo
Lokasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.(ANTARA/Yulius Satria Wijaya)

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat melanjutkan pembangunan Tempat
Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lulut Nambo, di Kabupaten Bogor, yang sempat terhenti. Keputusan untuk melanjutkan proyek strategis itu
diumumkan langsung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Selasa (23/3).

Pemprov Jawa Barat telah memilih mitra baru yang berasal dari Jerman, yakni Euwelle Environmental Technology (EET). Sebelumnya, pembangunan
TPPAS Lulut Nambo sejak 2017 ini dilakukan konsorsium Panghegar Energy
Indonesia dan PT Jasa Sarana ang membentuk perusahaan khusus, yaitu PT Jabar Bersih Lestari. Mereka bekerja sama dengan skema pemerintah dengan badan usaha (KPBU).

Namun, karena adanya kendala biaya serta teknologi yang tidak tepat,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun akhirnya memilih EET. "Ini adalah
arahan saya, memberhentikan investor terdahulu," kata Emil di Gedung
Pakuan, Bandung.

Emil memastikan pemilihan investor baru ini berdasarkan kajian matang,
terutama dengan mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan. "Kita
memilih lebih teliti. Jangan terbuai oleh hal luar biasa, ternyata
enggak ada uang, teknologi ngaco, dan lain-lain," katanya.

Dengan investor baru ini, Emil berharap TPPAS Lulut Nambo bisa segera
beroperasi dengan menerapkan teknologi yang tepat yakni maximum yield
technology (MYT). MYT ini dapat mengekstraksi potensi energi maksimum
dari sampah rumah tangga dengan kombinasi teknologi pengolahan inovatif
yaitu mechanical separation dan biological drying yang menghasilkan RDF, kompos dan biogas.

"Kami akan melihat komitmen pengerjaan. Jika sukses, ini akan ada lagi.
Kita butuh 3-4 proyek yang sama, sehingga Jawa Barat dikenal sebagai
provinsi ramah lingkungan. Tak ada sampah tak didaur ulang. Semua kita
bereskan dan bernilai uang," katanya.

Jawa Barat, tambahnya, juga akan menyiapkan pembangunan TPPAS di Karawang, Purwakarta, Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka.

Pada kesempatan itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtias mengatakan, pembangunan TPPAS Lulut Nambo ini pernah dilakukan pada 2017 dengan mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Saat itu lelang TPPAS seluas 15 hektare ini dimenangkan konsorsium Panghegar Energy Indonesia dan PT Jasa Sarana  yang membentuk perusahaan khusus PT Jabar Bersih Lestari.

Namun, dalam perjalanannya PT JBL gagal memenuhi target operasional
pada Juni 2020 akibat terkendala biaya. "Tapi kami terus berkomitmen untuk membantu permasalahan pengelolaan sampah di Wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok serta Kota Tangerang Selatan. Makanya terus membangun TPPAS Regional Lulut Nambo," tambahnya.

Prima juga menyebutkan kapasitas TPPAS Lulut Nambo mencapai 1.650-1800 ton per hari.

Dengan dilanjutkannya pembangunan tersebut, menurutnya kini PT JBL
melanjutkan pembangunan TPPAS Regional Lulut Nambo dengan mengubah
struktur kepemilikan. PT Jasa Sarana menjadi pemegang saham  pengendali (mayoritas).

Setelah menjadi pemegang saham mayoritas, BUMD tersebut mencari mitra strategis untuk bekerja sama dalam melanjutkan pembangunan dan pengelolaan proyek strategis itu. "Dipilihlah mitra asal negara Jerman yaitu Euwelle Environmental Technology (EET). Dengan total investasi USD 133,3 juta," jelasnya.

Menurut Prima, pemilihan EET berdasarkan sejumlah penilaian, salah satunya terkait teknologi yang digunakan. Perusahaan Jerman itu berpengalaman menerapkan maximum yield technology di beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.

Teknologi MYT ini dianggap tepat karena sesuai dengan rencana pengolahan sampah menjadi RDF (refuse derived fuel) yakni bahan bakar alternatif pengganti batu bara yang sesuai dengan kontrak jual beli yang telah dilakukan bersama PT Indocement. "Jadi perusahaan Jerman ini sudah berpengalaman. Selain itu pemilihan mitra ini juga melalui proses bisnis yang transparan dan melibatkan seluruh stakeholder di
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta melibatkan tenaga ahli teknis
maupun manajemen," katanya.

Disinggung pembiayaan pembangunan TPPAS Lulut Nambo, menurutnya
bersumber dari sejumlah mitra pendanaan seperti PT Indonesia
Infrastructure Finance (IIF), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan
Bank BJB. Adapun sumber pendapatan antara lain berasal tipping
fee yang akan dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hasil
penjualan RDF, hasil pengolahan lainnya.

Menurutnya, untuk besaran tipping fee yang akan dibebankan ke
kabupaten/kota sebesar Rp125 ribu per ton. "Kontruksi TPPAS Regional
Lulut Nambo akan dilanjutkan kembali pada pertengahan tahun 2021 dan
diharapkan akan beroperasi secara optimal pada akhir tahun 2021."

Perwakilan EET memastikan pihaknya akan berkomitmen membangun TPPAS.
Terlebih, hal ini bukan yang pertama karena sudah dilakukannya di
sejumlah negara lain seperti Thailand dan Vietnam yang memiliki
karakteristik yang sama dengan Indonesia.

Perusahaan asal Jerman ini sudah menyusun rencana kerja yang akan
dilakukan. Nantinya pun akan dilakukan pembahasan bersama pemerintah
kabupaten/kota bersama PT Indocement selaku pembeli RDF.

Dengan begitu, mereka berkomitmen untuk mengerjakan proyek ini sehingga
optimistis sudah bisa dioperasikan pada akhir 2021. (N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya