Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
KABUPATEN Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) merayakan ulang tahun ke-97, Minggu (22/9).
Perayaan ulang tahun kabupaten yang berbatasan dengan Oekusi, Timor Leste itu diisi napak tilas sejarah kabupaten yang diikuti ratusan orang yang terbagi dalam 35 tim.
Para peserta berasal dari pelajar dan warga desa menempuh perjalanan sekitar 40 kilometer dengan berjalan kaki mulai dari Kota Tua Noetoko di Kecamatan Miomafo Timur.
Peserta napak tilas dilepas sejak Sabtu (21/9) dan dijadwalkan tiba di Kefamenanu, ibu kota Timor Tengah Utara pada Minggu.
Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandes mengatakan setelah dilepas, peserta berjalan kaki menuju Desa Oe'Olo, selanjutnya menuju Desa Haumeni untuk bermalam.
Baca juga : 149 Desa Masih Tertinggal di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
Pada Minggu pagi, peserta melanjutkan perjalanan menuju Desa Fatusene dan Sontoi, kemudian menuju Kelurahan Benpasi dan finis di Kelurahan Gua Aplasi di Kefamenanu, ibu kota Timor Tengah Utara.
Rute perjalanan itu yang sesuai catatan sejarah, dilewati para tentara Belanda untuk mencari ibu kota baru mengantikan Noetoko karena lokasi itu dinilai tidak strategis dari sisi pertahanan.
Belanda membangun pemerintahan di Noetoko sekitar 1850an dan pindah ke ibu kota saat ini pada 1992.
"Manfaat napak tilas ini sangat besar karena akan tumbuh kesadaran di kalangan generasi muda untuk mencintai sejarah dan memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan Kota Kefamenanu," kata Raymundus Fernandez kepada wartawan.
Napak tilas sejarah perpindahan ibu kota ini digelar pertama kali sejak 2005 yang selanjutnya digelar setiap perayaan ulang tahun. Tahun ini, usia Timor Tengah Utara mencapai 97 tahun.
Sebelum perayaan ulang tahun, pemerintah daerah setempat menggelar pameran pembangunan yang berlangsung selama sembilan hari. Sedangkan pada upacara perayaan hari ulang tahun ditampilkan beragam etnis budaya dari berbagai etnis di Tanah Air, termasuk dari seluruh Nusa Tenggara Timur. (OL-7)
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAMĀ Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved