Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
SEJUMLAH warga dari desa Woloede, kecamatan Mauponggo, Kabupaten nagekeo, Nusa Tenggara Timur, melakukan protes terhadap kontraktor pekerjaan jalan menggunakan rabat beton pada ruas jalan Sawu-Mulakoli.
Protes itu disampaikan lewat rilis yang diberikan kepada sejumlah jurnalis (18/9) setelah satu hari sebelumnya telah menyampaikan keluhannya ke DPRD serta wakil Bupati Nagekeo.
Menurut warga, ruas jalan yang dikerjakan oleh oleh CV. Tisan dengan konsultan pengawas C.V Rancang Indah, sepanjang 754 meter dengan nilai kontrak sebesar Rp848.705.729,33, terdapat kejanggalan.
“Pada saat peragaan tanggal 3 september 2019 yang dihadiri oleh kontraktor, dinas PU dan konsultan pengawas, komposisi bahan campuran, pembangunan terdiri dari satu bagian semen, 3 bagian kerikil 2/3 dan 3 pasir, namun kenyataannya bahan campuran tersebut sudah dicampur di tempat lain dengan eksavator dan dibawah ke lokasi pekerjaan, bukan dicampur di lokasi kegiatan, secara kasat mata tidak berkualitas campuranya, ini ada apa, padahal tempatnya luas dan memungkinkan untuk proses pencampuran," kata Hubertus Bule.
Warga lain Yosep Mola juga menduga ada konspirasi soal proyek pekerjaan jalan ini, pasalnya pada dokumen penawaran yang tercantum dalam data LPSE Nagekeo, dukungan peralatan seperti Vibro, Greder, Truk Tangki Air, tidak terlihat dalam pekerjaan mulai dilakukan.
Baca juga : Kejari Lembata Pelajari Permintaan Awasi Proyek GOR
“Padahal kami tahu tanah di daerah kami ini sangat labil, kalau tanpa dukungan alat untuk pengerasan lebih dahulu dasarnya maka otomatis pekerjaan itu tidak bertahan lama, kontraktor bilang berdasarkan Contract Change Order (CCO), menurut kami baru mulai kerja langsung CCO, maka ada perencanaan yang salah” keluh Yosep.
Menurut warga, mereka harus mengawasi pekerjaan jalan di sekitar desa karena ada indikasi pekerjaan rabat beton dikerjakan dengan kualitas buruk jika tak diawasi seperti yang terjadi sebelumnya.
Selain itu menurut warga mereka sudah kesal karena puluhan tahun sejak Indonesia mardeka jalan menuju desa mereka tak diperhatikan secara baik, padahal daerah mereka di bawah kaki gunung Ebulobo dengan komoditas unggulan seperti cengkeh dan pala serta tanaman peerkebunan lainnya.
"Kami hanya butuh jalan dengan kualitas yang baik, yang bisa berlanjut buat anak cucu kami sehingga kami tidak kesulitan menjual hasil kebun kami dengan harga yang pantas, dan orang-orang sakit di desa kami bisa tertolong dengan mudah bila kases jalan baik” kata Yosep.
Keluhan warga tersebut ditanggapi oleh kontraktor Heri Bi, bahwa hal tersebut telah disepakati dalam Contract Change Order (CCO) dan pihaknya akan menggantikan dengan memperpanjang pengerjaan jalan.
Sedangkan menurut pimpinan DPRD Nagekeo Petrus Dua, mengapresisasi pengawasan yang dilakukan warga dan pihaknya akan turun ke lokasi meninjau lokasi berdasarkan laporan warga sehingga bisa memanggil pihak terkait .
"Beberapa anggota DPRD akan turun ke lokasi melihat langsung apa yang menjadi keluhan warga, karena bagi kami seharusnya proyek jalan seperti itu harus punya asas manfaat yang berkepanjangan bukan hanya sekejap mata maka penting mulai dari perencaanan awal yang baik dengan turun lokasi melihat kondisi,” pungkas Petrus. (OL-7)
Kondisi akses jalan yang terdampak bencana di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, berangsur mulai tertangani. Hanya, masih terdapat beberapa kecamatan yang aksesnya butuh penanganan ekstra.
Warga Desa Alue Bata dan Desa Kuala Tadu, Kecamatan Tadu Raya, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh kini dapat menikmati akses jalan yang lebih baik
Warga Desa Woloede di di Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, masih merindukan jalan aspal hingga kini.
Mitigasi yang dilakukan untuk penanggulangan banjir mulai dari normalisasi saluran terhadap endapan lumpur, membersihkan saluran dari sungai, normalisasi embung, dan peninggian jalan.
Menurut dia, Gang Rahayu bukan akses jalam umum melainkan bagian dari lahan milik Maritje dan Irawati yang selama ini ditempati tanpa izin.
Akibat tindakan sepihak itu, warga sekitar tak bisa melintas. Para pelajaran ibu rumah tangga yang biasa berangkat sekolah maupun ke pasar, kini terpaksa harus memutar sekitar 200 meter
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved