Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Embun Upas Ancam Budi Daya Edelweiss

Bagus Suryo
25/6/2019 19:05
Embun Upas Ancam Budi Daya Edelweiss
Fenomena embun upas meluas(MI/Bagus Suryo)

BALAI Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Kota Malang, Jawa Timur, menyatakan fenomena embun upas mengancam kerusakan budi daya tanaman edelweiss.

Tanaman khas yang dikenal sebagai bunga abadi di Gunung Bromo tersebut dalam beberapa hari belakangan ikut membeku karena suhu udara di kawasan setempat dingin ekstrem mencapai titik beku.

Kepala Sub Bagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas TNBTS, Syarif Hidayat, kepada Media Indonesia, Selasa (25/6), mengatakan, fenomena embun upas sudah dilaporkan muncul atau terjadi di Ranupani, Cemorolawang, dan Penanjakan, meliputi wilayah Kabupaten Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, dan Malang.

Munculnya fenomena itu hampir merata, bahkan meluas di kawasan setempat dari sebelumnya hanya ditemukan di Ranupani. Dampak dari embun upas bisa berpotensi merusak vegetasi di TNBTS dan tanaman hortikultura milik petani.

"Sama halnya dampak ke pertanian, tumbuhan yang terkena upas daunnya mengering," tegasnya.

Kendati demikian, lanjutnya, sejauh ini belum ada laporan kerusakan tanaman edelweiss yang dibudidayakan TNBTS di kawasan Gunung Bromo.

"Sementara ini belum ada laporan terkait dampak embun upas ke edelweiss," imbuhnya.

Ia mengungkapkan budidaya edelweiss berada di Desa Cemorolawang, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Di kawasan Gunung Bromo itu, kebun induk bibit ada di 2 tempat, yaitu masing-masing di Taman Mesjid BSM Penanjakan sekitar 1.000 meter persegi dan sekitar 5.000 meter persegi di taman edelweis belakang kantor seksi Cemorolawang.

Sementara untuk budidaya bunga abadi tersebut di luar kawasan berada di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, sekitar 1.192 meter persegi. Sedangkan tanaman serupa di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, sekitar 2.500 meter persegi.

"Budi daya di luar kawasan tersebut merupakan role model desa wisata edelweiss," katanya.


Baca juga: Erupsi Gunung Dukono, Wings Air Batalkan 2 Rute Penerbangan


Sejak cuaca dingin ekstrem, tanaman edelweiss juga tak luput dari embun upas. Tanaman khas di Suku Tengger yang bunganya dikenal sebagai lambang cinta abadi itu juga turut membeku, demikian juga semua vegetasi di kawasan setempat.

Fenomena embun upas yang oleh warga Tengger disebut banyu upas dikenal mematikan. Tanaman kentang dan sayur mayur ketika terkena embun beku ini daunnya bisa layu, mengering, lalu mati.

Di sisi lain, embun yang keberadaannya muncul setahun sekali saat awal kemarau sekaligus menjadi momok bagi petani juga memancarkan daya tarik yang eksotis. Di balik fenomena alam yang mematikan vegetasi itu bakal ada kehidupan yang lebih indah. Sebab, usai tanaman diselimuti embun upas, tanaman akan bersemi kembali lebih subur dari sebelumnya.

Meskipun TNBTS belum melakukan riset terhadap dampak embun upas, kata Syarif, tapi menurut pantauan fenomena serupa pada tahun-tahun lalu, bahwa setelah fenomena embun beku berakhir justru vegetasi bertambah subur.

"Kita belum melakukan riset terkait dampak frost. Tapi kita akan mendorong dan mendukung teman-teman fungsional pengendali ekosistem hutan atau pihak lain yang akan melakukan riset terkait fenomena frost," ujarnya.

Bagi warga Tengger, keberadaan embun upas bukan dianggap sebagai bencana. Guna mencegah kerusakan, tanaman harus disiram air lebih awal sebelum terkena sinar matahari.

"Frost sebenarnya bisa juga sebagai media pemulihan ekosistem alami karena biasanya setelah rumput kering terkena frost akan muncul regenerasi rumput hijau yang lebih eksotis lagi," tuturnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya