Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Empat Orang Meninggal Akibat DBD, Bogor Masuk Wilayah Endemis

Dede Susianti
28/1/2019 19:23
Empat Orang Meninggal Akibat DBD, Bogor Masuk Wilayah Endemis
(ANTARA/Jafkhairi/)

WALi Kota Bogor Bima Arya menyebutkan ada tren peningkatan pada kasus DBD di wilayahnya.

Hingga hari Senin, 28 Januari 2019, Bima menyebutkan secara keseluruhan ada 121 warga Bogor yang terserang atau menderita DBD.

Angka itu, katanya, naik dibandingkan pada bulan yang sama di tahun sebelumnya. Bahkan hingga saat ini, korban jiwa akibat serangan nyamuk itu bertambah.

Tercatat, di awal Januari hingga 21 Januari 2019 telah terjadi 93 kasus DBD, sedangkan Januari 2018 hanya 41 kasus.

"Data terakhir, per awal Januari hingga hari ini, ada 121 warga yang menderita. Dan sebelumnya ada 3 yang meninggal dunia. Tapi pagi tadi ada satu orang lagi yang meninggal dunia, hanya saja dia bukan warga Kota Bogor. Meninggalnya di Kota Bogor, sekolahnya di Kota Bogor, tapi KTP-nya Kabupaten Bogor. Jadi dihitung dengan yang baru ini, korban meninggal ada 4 orang," papar Bima di Balaikota, Senin (28/1) sore.

Meski demikian, Bima menyebut statusnya belum KLB (kasus luar biasa).

Baca juga : Balita di OKI Meninggal Dunia Terkena DBD

Bima mengungkapkan, saat ini memang cuacanya berbeda dari sebelum-sebelumnya.

Terkait penanganan masalah penyakit ini, menurutnya tidak cukup dengan fogging (pengasapan). Tapi pemberantasan sarang nyamuk (PSN) harus dilakukan dengan masif.

"Besok saya kumpulkan lagi dinas, camat lurah untuk mengkoordinasikan ini. Betul -betul harus penetrasi di lapangan. Tidak cukup aparat saja, warga harus bergerak. Kita tidak ingin ini jadi kejadian luar biasa,"katanya.

Semenetara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Rubaeah mengungkapkan, kasus Demam Berdarah Dengue atau DBD sudah harus menjadi perhatian.

Untuk itu, ia mengajak semua untuk melakukan PSN bersama yang dinilai lebih efektif, dibandingkan fogging (pengasapan). Pasalnya, kasus DBD disebabkan karena virus yang penyebarannya oleh nyamuk yang berada di tempat-tempat yang bersih.

Untuk kasus DBD, Rubaeh menyebut, bahwa Kota Bogor termasuk wilayah yang endemis. Hal itu dilihat dari angka kasus yang terjadi saat ini dan tahun sebelumnya. Di tahun 2018, ada 743 kasus DBD.

Kasus yang paling tinggi terjadi di wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Barat dan Kecamatan Tanah Sareal, yakni berada di Kelurahan Mekarwangi, Kelurahan Kencana dan Kelurahan Katulampa.

Sejumlah alasan kenpa Kota Bogor selalu endemis DBD menurut Rubaeh.. Pertama terkait perilaku dan lingkungan yang kurang bersih dan sehat.

Kedua resisten nyamuk terhadap obat-obat fogging karena banyaknya fogging yang berkeliaran bebas dan tidak sesuai dengan aturan.

Hal ini yang selalu terjadi setiap saat karena banyaknya permintaan fogging.

“Kami mohon kerjasama para Camat, Lurah, tokoh masyarakat dan OPD kalau ada fogging tolong melaporkan ke Dinkes. Kami akan datang untuk memantau tentang takaran dan jenis insektisidanya apa," katanya.

Rubaeh menyebutkan, berdasarkan penelitian dari IPB di wilayah Kelurahan Kedung Badak dan Kelurahan Kayu Manis, ternyata nyamuknya sudah resisten terhadap obat anti nyamuk yang ada.

"Jadi ini yang menyebabkan kenapa DBD selalu ada di wilayah Kota Bogor karena fogging bukan untuk mencegah DBD. Yang paling ampuh adalah PSN dengan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) plus. Plusnya yaitu menggunakan obat anti nyamuk setiap pagi sebelum kerja, memelihara ikan untuk membasmi jentiknya,"pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya