Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPAI: Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga Sering Terjadi di Akhir dan Awal Tahun

Atalya Puspa
17/12/2024 13:50
KPAI: Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga Sering Terjadi di Akhir dan Awal Tahun
Ilustrasi, bunuh diri.(Dok. Freepik)

BEBERAPA waktu belakangan berita mengenai kasus bunuh diri satu keluarga di wilayah Ciputat dan Kediri menarik perhatian masyarakat luas. Kedua kasus bunuh diri satu keluarga itu diduga disebabkan oleh faktor ekonomi.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti bahwa siklus bunuh diri satu keluarga atau familicide sering terjadi di akhir tahun atau awal tahun, dan semua terjadi karena faktor pinjaman online atau faktor ekonomi keluarga. Hal itu merupakan hasil pengamatan KPAI selama dua tahun terakhir.

“Di akhir tahun biasanya pinjol atau tagihan meningkat sehingga faktor tekanan untuk menutupi utang kadang tidak sesuai dengan kondisi yang ada,” kata Komisioner Pengampu Kluster Anak Korban Kekerasan Fisik, Psikis, Anak Disabilitas dan Anak Situasi Darurat KPAI Diyah Puspitarini saat dihubungi, Selasa (17/12).

Ia menjelaskan, familicide merupakan pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap suami/istri, satu atau lebih, atau seluruh anak mereka dalam satu waktu. Oleh sejumlah ahli, jenis pembunuhan ini dikategorikan sebagai pembunuhan massal (mass murder) karena jumlah korban yang tidak tunggal.

Pembunuhan terhadap anggota keluarga ini, lebih minim perhatian dibandingkan pembunuhan yang dilakukan di area publik (public mass murder) yang kasusnya hanya mencapai 12% dari total pembunuhan pada umumnya.

Familicide umumnya didahului dengan salah satu pihakyang merasa kehilangan hak dan kendali untukmengontrol unit keluarga mereka, misalnya terkait keuangan keluarga. Hal ini cenderung dirasakan oleh kepala rumah tangga laki-laki.

“Hilangnya kendali atas area maskulin, membuatnya merasa kehilangan identitas ego yang menjadi dasar melakukan kekerasan. Serta muncul kekhawatiran jika ayah mengakhiri hidup, bagaimana nasib istri dan anak yang belum terjamin. Maka seringnya kasus pembunuhan dalam satu keluarga ini karena faktor ekonomi,” kata Diyah.

Anak-anak dalam kasus familicide ini telah menjadi korban, baik korban kekerasan fisik psikis karena dipaksa untuk mengakhiri hidup atau ada yang sengaja dibunuh dengan digantung seperti kasus di Cirendeu.

Maka kasus seperti ini sangat tidak bisa dibenarkan, dimana seharusnya anak mendapatkan perlindungan dari keluarga namun malah menjadi korban dan bahkan sampai hilang nyawanya.

“Hal ini bisa terjadi karena seringnya orang dewasa menganggap anak-anak belum paham aka apa yang terjadi, dan tentu saja karena pengaruh dan dominasi orang tua sehingga anak tidak bisa menyangkal,” jelas Diyah.

Selain itu hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan dari keluarga besar ataupun tetangga dan masyarakat, sebab keluarga besar seharusnya bisa membantu menyelesaikan persoalan karena masyarakat Indonesia yang menganut extended family (keluarga sistem terbuka), artinya keluarga besar memiliki pengaruh dalam kehidupan anak dan kerabat.

Dan mestinya pengawasan tetangga atau masyarakat akan keanehan atau perubahan pada keluarga bisa dirasakan sehingga bisa dicegah lebih dini,” ucapnya. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya