Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Warga Gunung Sahari Selatan Sebut Eksekusi Lahan Janggal dan Cacat Hukum

Rahmatul Fajri
25/8/2022 18:18
Warga Gunung Sahari Selatan Sebut Eksekusi Lahan Janggal dan Cacat Hukum
Ilustrasi sengketa tanah(MI/Seno)

PULUHAN warga RT10/ 01, Kelurahan Gunung Sahari Selatan (GSS), Kemayoran, Jakarta Pusat resah menyusul adanya rencana eksekusi lahan yang mereka tempati yang akan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Kuasa hukum warga, Anthony Alexander menyebut ada kejanggalan dalam eksekusi lahan tersebut. Ia mempertanyakan terbitnya sertifikat HGB 1882 pada lahan warga tersebut hingga pemohon, PT Ayalis Langgeng Wasesa mengajukan eksekusi. Dalam penerbitannya, kata Anthony, termohon banyak menemukan kejanggalan dan cacat hukum.

“Kecacatan ini seperti saat sertifikat dimohonkan, itu adanya 2 akta yang berbeda cover, namun memiliki nomor dan tahun yang serupa. Begitu pun dengan akta yang dijadikan dasar untuk dimohonkan sertifikat, ternyata bukan akta notaris yang tercatat,” kata, Kamis (25/8).

Anthony menilai akta tersebut harusnya tidak dapat dijadikan lampiran pemohonan sertifikat. Ia juga menilai ada kelalaian dari Badan Pertanahan Nasional, bahkan diduga kuat ada mafia tanah seiring dengan terbitnya sertifikat HGB 1882.

Sementara itu, terkait adanya putusan di pengadilan, Anthony juga menyayangkan argumen dan bukti-bukti yang dimiliki kliennya diabaikan. Dalam perkara ini, katanya, hakim hanya melihat penggugat memiliki sertifikat dan sebagai pemilik yang sah tanpa melihat proses.

“Sehingga bagi kami, ini sangatlah naif. Terlebih bicara mafia tanah, di mana saat ini banyak kasus yang terjadi para mafia tanah bermain dalam proses (pembuatan sertifikat),” jelasnya.

Sebelumnya, puluhan warga RT10/ 01, Kelurahan Gunung Sahari Selatan (GSS), Kemayoran, Jakarta Pusat resah menyusul adanya rencana eksekusi lahan yang akan dilakukan pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Ketua RT10/01 Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Hana Hamdani mengatakan warga resah setelah mendapat kabar adanya rencana eksekusi lahan dan bangunan yang telah ditempati warga tanpa adanya pemberitahuan.

Baca juga : Lift Toko di Jakpus Jatuh, Satu Karyawan Meninggal Dunia

“Ini sudah 4 hari kami tidak bisa tidur, karena benar-benar takut eksekusi dilakukan tiba-tiba,” ujar Hana, di Jakarta, Senin (15/8).

Hana mengungkapkan di lahan tersebut terdapat 9 tempat tinggal yang dihuni 9 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah sebanyak puluhan jiwa.

Adapun rencana eksekusi pengosongan lahan di wilayahnya itu dilakukan menyusul adanya amar putusan PN Jakarta Pusat No.256/Pdt.G/2018/PN.Jks.Pst jo Putusan PT DKI Jakarta No.221/PDT/2019/PT.DKI Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.510 K/Pdt/2020.

Sementara Iwan, warga RT10/ 01, Kelurahan Gunung Sahari Selatan mengatakan rencana eksekusi lahan tempat tinggalnya itu tidak lepas dari dugaan adanya mafia tanah. Ia menduga banyak kebohongan atau cacat prosedur dalam adanya penerbitan sertifikat HGB No.1882.

“Di dalam arsip kantor BPN Jakarta Pusat terdapat 2 salinan akte dengan nomer dan tanggal yang sama, namun terdapat perbedaa hak dimana yang pertama Akte jual beli rumah dan pelepasan hak. Sedangkan yang kedua, Akte jual beli rumah dan pengoperan hak,” jelasnya.

Tak hanya itu, pada saat pengukuran dan peninjauan di lapangan, pihak RT/RW serta kelurahan tidak pernah diberi tahu. Begitu pun denga warga juga tidak melihat adanya petugas BPN yang melakukan pengukuran, sehingga Iwan menilai ada permainan yang dilakukan mafia tanah.

Iwan kemudian meminta Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam Mahfud MD serta Menteri Agraria Hadi Tjahjanto untuk hadir dan memberikan rasa keadialan terhadap rakyatnya. Terlebih dengan adanya kominten mantan Panglima TNI tersebut, untuk memberantas mafia tanah.

“Kami warga pemilik rumah/ bangunan merasa didzolimi di rugikan dengan adanya oknum mafia tanah ini, karenanya kami minta perlindungan hukum agar hak kami diberikan. Terlebih kami telah beritikad baik selama kurang lebih 50 tahun merawat dan menjaga rumah tanak kami dengan tertib membayark pajak dan IMB hingga sekarang tahun 2022,” pungkasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya