Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Komisi D DPRD DKI Minta Keterbukaan Proyek SJUT

Hilda Julaika
04/5/2021 11:00
Komisi D DPRD DKI Minta Keterbukaan Proyek SJUT
Petugas Satgas Bina Marga Jakarta Pusat melakukan penataan jaringan utilitas di kawasan Salemba, Jakarta.(ANTARA/Aprillio Akbar)

KOMISI D DPRD DKI Jakarta meminta Dinas Bina Marga dan PT Jakarta Propertindo (JakPro) meninjau ulang pelaksanaan pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Koordinator Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengatakan perlu ada keterbukaan teknis pelaksanaan pembangunan dari Dinas Bina Marga atau pun PT Jakpro.

Pasalnya, hingga saat ini, Pemprov DKI belum dapat menjelaskan nilai investasi dan siapa saja target penyewa SJUT ke depannya.

Baca juga: DPRD DKI Setujui Peningkatan Modal Dharma Jaya Rp2 Triliun

“Saya pikir ini proyek yang tergesa-gesa. Saya minta business plan (rencana bisnis) saja untuk hitung angka investasinya berapa, keuntungan berapa, siapa saja calon yang akan menggunakan. Sebab ini bukan hanya menyangkut keindahan, tapi juga bicara bisnis,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah. Ia berharap Pemprov DKI segera mengevaluasi dan melengkapi studi kelayakan bisnis (feasibility study) proyek pembuatan SJUT yang sedang berjalan saat ini.

“Nanti ini akan disewakan kepada pihak swasta seperti PLN, Telkom, dan provider lain, di mana ada sisi bisnis. Jadi harapan kami, perencanaan harus sedetail dan sematang mungkin. Kalau memang bisnis, ayo kita hitung. Kalau pakai APBD juga tetap harus dihitung dampak positifnya apa untuk masyarakat,” ungkapnya.

Ida menyayangkan hingga saat ini, belum ada kepastian siapa yang akan menyewa SJUT, sementara proyek sudah berjalan.

Selain itu, diameter pipa yang akan melindungi kabel di bawah tanah juga dinilai sangat kecil sehingga tidak maksimal untuk perawatan ke depannya.

“Kalau diameter hanya 50 cm untuk kabel saja, sayang sekali. Menurut kami itu tanggung, tidak maksimal. Di Surabaya saja disesuaikan dengan trotoar, SJUT-nya bisa lebar tiga meter. Minimal orang bisa masuk untuk perawatan,” katanya.

Ida menyarankan Pemprov DKI mengkaji sejumlah anggaran yang bukan prioritas agar dapat direalokasi untuk memaksimalkan pembuatan SJUT di Jakarta.

“Jakarta katanya belum mampu untuk membuat itu. Ini sangat disayangkan. Kita harusnya mampu, punya anggaran besar, mohon dikaji betul. Program yang tidak penting dialihkan saja ke program prioritas Gubernur ini,” tuturnya.

Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menjelaskan telah dilakukan kajian selama dua tahun sebelum program ini dilaksanakan.

“Jadi SJUT sebetulnya sudah kita godok dua tahun lalu, jadi program ini tidak tergesa-gesa. Kita sudah lakukan FGD dengan seluruh operator di Jakarta. Saya tekankan lagi ini bukan program mendadak karena sudah mulai sejak 2019. Kemudian, pada 2020 kajian bisnis plan juga sudah selesai,” ungkapnya.

Bahkan Hari juga mengaku telah memiliki feasibility study (FS) dan sudah banyak pihak yang bersedia menurunkan kabelnya dan menyewa SJUT, namun belum sempat menyerahkan kepada DPRD.

Ia berharap dengan ini Jakarta rapi dan indah dari kesemrawutan kabel di udara.

“FS-nya akan kita sampaikan, sudah melingkupi dari sisi kajian bisnis, waktu jangka penugasan, berapa rupiah tarifnya, sampai struktur material dan tenaga kerja. Para provider Jakarta seluruhnya juga sudah sepakat bahwa komitmen untuk turun ke bawah,” tandasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya